Judul
Buku : Kerawing dan Batu Kecubung
Biru
Penulis : RF. Dhonna dan Inni Indarputri
Penerbit : Kalika
Jumlah
hal : 108 halaman
Tahun
terbit : Juni 2013
Sebuah
mimpi aneh terus menghantui Awing, gadis kecil dari desa pampang. Mimpi itu terus
terulang tiap malam seolah akan menjelma kenyataan. Kebiasaan bermain di gua
kelelawar membuat ia dijuluki anak nakal. Bahkan neneknya pun menghukumnya
untuk memunguti sayur layu di pasar. Awingpun sering mencuri dengar pembicaraan
orang-orang di pasar dan sekitarnya.
Petualangan
Awing berlanjut ketika ia bertemu Amay Uyang, si penafsir mimpi. Menurut Amay
Uyang, Awing adalah anak terpilih yang akan menyelamatkan pulau Borneo dari
keserakahan oaring asing yang mengeruk kekayaan alam. Sesuai petuknjuk Amay
uyang, mereka berburu batu kecubung biru yang terletak di dalam gua kelelawar.
Batu ajaib itulah yang memabwa awing ke kerajaan Hakutak. Penduduk kerajaan itu
adalah hewan-hewan langka yang bisa berbicara. Mereka menyerahkan tanggungjawab
di pundak Awing untuk menyelamatkan daerahnya dari bencana.
Perjuangan
Awing tidak mudah. Ia harus pandai menjaga misi rahasia itu dari siapapun. Bersamaan
dengan datangnya alat-alat berat di desanya untuk menambang batubara, Awing harus
menggalang kekuatan untuk menggagalkan misi konglomerat itu.
Puncaknya,
warga desa merasa terganggu dengan suara gemuruh akibat alat-alat berat
menggerus perut bumi. Akhirnya bersama
dua sahabatnya, Awing kembali ke kerajaan Hakutak untuk menyusun strategi.
Dengan
bersinergi, Awing, sahabatnya, dan binatang-binatang langka penghuni Kerajaan
Hakutak hendak menggagalkan proses penambangan dan mengusir para pekerja dajn
bosnya untuk meninggalkan desa Pampang. Awing berhasil melaksanakan tugas
‘rahasianya’ dan desanya telah kembali aman.
Novel
ini telah berhasil menyajikan kisah petualangan heroik nan mendebarkan. Alur
yang runtut, karakter yang kuat, deskripsi yang detil, serta pesan moral yang
mengena, membuat novel anak ini recommended. Seperti testimoni-testimoni atas
buku ini, pembaca seperti diajak berpetualang ke Desa wisata budaya Pampang
sekaligus memperkaya wawasan dan imajinasi.
Selain itu kisah Kerawing ini
memberikan gambaran yang konkret tentang persahabatan, keberanian, tanggung
jawab, dan rela berkorban. Kisah ini
menumbuhkan kesadaran pembaca untuk mencintai dan menjaga alam dengan
sebaik-baiknya.
Yang
membuat saya terkesan adalah ending cerita. Bahwasannya seorang pahlawan tidak
selalu identik dengan sorak sorai dan penghargaan. Tak ada tepuk tangan, penghargaan, apalagi pujian. Yang ada malah
hukuman. Awing seperti biasa tak mengerjakan PR dan disetrap di depan kelas. Hanya
Leang dan Peren yang tahu bahwa yang tengah berdiri di depan kelas itu adalah
pahlawan Desa Pampang. Awinglah yang telah berhasil mengusir pengusaha tambang
yang hampir saja menghancurkan desa mereka (hal. 102). Dari situlah pembaca
belajar tentang keikhlasan pada si tokoh utama.
Besar
harapan saya semoga kedepannya akan lahir karya-karya serupa yang
mengeksplorasi alam dan lokalitas seni budaya daerah masing-masing, seperti
novel inspiratif ini.
Komentar