Oleh-oleh
ilmu kece dari #KampusFiksi Emas
Jogja,
26 April 2015
Ini sedikit sharingku tentang
mendadak hebohnya menyongsong ultah #KF Emas di Jogja. Hihi biasa lah emak-emak
pasti dilema kalo mau hepi-hepi tanpa ngajak anak. Hiks.
After
mendapat surat ijin resmi dari suami, giliran saya bingung ke Jogjanya. Mau
naik bis? Takut telat coz mesti nyari-nyari alamat cafe Den Nany dulu. Secara
saya kan buta peta Jogja. Huwaa. Mau naik motor sama Mbak Widati? Nggak
dibolehin sama ibu dan suami. Mau naik travel? Nggak mau dicegat di Ambarawa.
Masa saya harus ke deponya dulu di Semarang pagi-pagi buta? kemudian ndilalah
bapak saya nawarin untuk nganter ke Jogja. Sekalian itung itung piknik
sekeluarga. Alhamdulillah, tengkyuw so much, dad. Finally fix, sayangnya Mbak
Wid jadinya naik travel. Hiks. nggak jadi heboh-hebohan bareng deh :D
Jadilah
pagi-pagi itu rempong sangat. Saking semangatnya, saya sarapan jam 4 pagi (ini
mah sahur hihi) sembari nyiapin semuanya. Nggak lama pada antri mandi. Dan
jadilah kami serumah berangkat jam 6 pagi.
Di
sepanjang jalan saya berdoa agar semuanya dimudahkan dan lalu lintas nggak
macet. Sayangnya, sampai di daerah sebelum Magelang, roda ban melindas
bongkahan batu. Duh! Bocor deh. Perlu waktu hampir setengah jam untuk ganti ban
(untung bawa ban serep) #lap kringet. Saya sempat panik sih, gimana kalo telat
ke acaranya KF? Huhu. Apalagi Mbak Wid bbm, bilang sudah nyampe Muntilan. Fyuhh,
untunglah ada bala bantuan datang untuk membantu mengganti ban. So, nggak lama
kita bisa melanjutkan perjalanan. Selalu ada hikmah yaitu kalau sebelum
bepergian (terutama bepergian jauh), nggak ada salahnya sedekah dulu biar
dilancarkan. J
Berbekal
GPS, sampailah kami ke alamat yang dituju. Sebelumnya sempat ada accident
kecil, kendaraan kami keserempet sedan. Duh. Cobaan bertubi-tubi nih. :’(
Finally
setelah mancari-cari, ketemu deh Den Nany resto di jalan Tamansiswa. Legaa
banget rasanya deh. Yang datang masih sedikit ternyatah #tiwas panik tingkat
biadadari :p
MbaK
Wid juga baik hati kaplingin tempat duduk buatku. Di bangku nomor 2 dari depan,
jadi nggak bisa disambi ngantuk2 dengerinnya xixixi.ya nggak lah, perjuangan
sampai ke sini aja udah wow :D. Tengkyu
mbak Wid J
Oh
iya, di sana saya juga ketemu sama Mbak Dian Nafi, dan penulis-penulis yang
awalnya hanya saya tahu lewat sosmed. Seru! Seru! Seru!
Sementara
saya kuliah lagi, anak-anak bareng embah, abi, dan tantenya jalan-jalan ke
Malioboro dan Taman Pintar. Asyikk !
Acara
dibuka dengan doa bersama dan pengumuman juara dan nominator event lokalitas
budaya (bukunya udah terbit, berjudul “senja yang mendadak bisu’) . juara dapat
sertifikat, uang tunai jutaan rupiah, sama buku 100 eks. Sedangkan nominator
dapat sertifikat, uang tunai, sama paket buku 50 eks. Apa nggak bikin mupeng
tuh, secara saya nggak lolos di event itu. Hiks. kabar baiknya, seluruh peserta
#KF emas dapat 25 eks buku. Huwaah jadi semangat lagii.
Nah,
berhubung prolognya udah bikin ngantuk, so cekidot ya sharing ilmunya. J
Sharing
Session 1 oleh Bp. Edi Akhiles membahas tentang serba-serbi dunia penulisan dan penerbitan. Trisula buku
(antara penulis, penerbit, dan pasar). Hihi bukan #AkuKaudanKUA #gagalfokus :v
Ngomongin tentang being a writer nih. Penting
banget bagi kita calon penulis untuk memiliki state of mind yang baik, kreatif,
dan melek pasar buku. Poin-poin penting yang perlu kita catat adalah:
1. Menulis
untuk publikasi
Mungkin penulis diary seperti saya pas jaman
SMA dulu, nggak masuk deh. Hihi. Sebab dengan publikasi, pastinya kita ingin
mendapat ‘sesuatu’ misal income,popularitas, menebar manfaat,dsb. Itu sah-sah
aja kok guys daripada naskah cuma disimpan di file-file komputer. Sayang kan?
2. Penerbit
adalah industri
So, udah barang tentu mengejar omset. That’s
why persaingan dalam dunia penerbitan semakin ketat, sebab penerbit hanya akan
menerbitkan buku yang berkualitas, bermutu, dan sesuai selera pasar. Jadi melek
pasar buku itu penting bagi penulis.
3. Kompromistis
dengan semua penerbit dan media.
4. Kreatiflah
menjadi penulis.
kreatif untuk menciptakan ide baru yang
segar.gali kreatifitas, jangan menciptakan ‘template’. Misalnya ketika tahun
2006 booming novel religi Ayat-Ayat Cinta, maka muncul pengikut dengan genre
yang sama. Ada Khasanah Cinta, Tasawuf Cinta, dsb sehingga lama-lama pembaca
akan bosan dan jenuh. Kemudian, muncul K-pop dan pengikut-pengikutnya, dan
pasar pun akan kembali bosan. Pak Edi mencotohkan karya Tere Liye yang
mendobrak kejenuhan pasar dengan novelnya ‘Hafalan Shalat Delisa’.
5. Penting
untuk mempunyai state of mind (kerangka berpikir) yang baik, sebab menulis
merupakan pekerjaan intelektual yang dituntut untuk bisa berpikir logis,
sistematis, analitis dan kreatif, dengan tetap menyelipkan tujuan yang baik
dalam karyanya.
6. Jangan
cepat puas dengan tulisan kita. Kalau udah puas, kita akan mandeg dan enggan
untuk belajar menjadi lebih baik lagi, dan lagi.
7. Mampu
berpromosi
Pihak yang bertanggung jawab atas sebuah buku
agar tetap bertahan di pasaran adalah penerbit dan penulis. So, penulis jangan
malu bin gengsi untuk promosi. Sebab hukum alam akan bekerja: sesuatu yang
tidak diketahui, tidak akan dibeli.
8. Kooperatif
dan mempunyai good attitude
Jadilah penulis yang bisa bekerjasama dengan
pihak lain, juga mempunyai attitude yang baik. Attitude penting sebab sebagus
apapaun diri kita, kalau tidak diiringi good attitude, maka orang akan ilfil
dan malas untuk berhubungan dengan orang tersebut. Misal nih: mengirim naskah
dengan ‘ancaman’, meng-cancel perjanjian, dsb.
9. Gigih,
konsisten, dan update tanpa henti
Kata Pak Edi nih, penulis itu kerjaannya
bukan hanya duduk dan ngetik berjam-jam di depan laptop. Agar tulisan menjadi
‘kaya’, ia harus membaca, jalan-jalan, menulis, diskusi, nonton, dsb. Gigih itu
harus. Jangan murung bin mutung ketika naskah pertama ditolak penerbit / media.
Terus gigih kirim, kirim, dan kirim. Update infomasi terkini, berita dan isu
terhangat juga harus lho. Nggak cuman apdet status hihi. Kadang kita harus
menantang diri dengan membuat target-target pribadi dalam pencapaian menulis
agar kita etrus menjadi penulis yang berkembang.
10. Say
no to Plagiarism
Basically, yang disebut dengan plagiat adalah
terlalu sombong untuk mengakui kalau itu karya oranglain sehingga si plagiator
itu enggan mencantumkan sumbernya. Cara yang elit untuk tidak memplagiasi
adalah dengan parafrase dan membubuhkan catatan kaki. Jangan main-main dengan
plagiasi sebab itu mempunyai dampak intelektual dan dampak hukum. dampak moral
juga kena lho. Nggak mau kan nama kita di-blacklist oleh media/penerbit ? ih
ogah deh ya.
11. Ketika
menghadapi pembaca bukumu
Whaa, bayangin kalau buku kita terbit dan tersebar luas,
tentu saja kita nggak bakal bisa mengelak ada pembaca yang suka dan tidak suka.
Kalau suka en memuji-kuji sih nggak masalah. Langsung retweet aja hihi. Lha kalau
pembaca yang nyebelin minta ampun? Misal bilang kalau buku kita jelek, nggak
mutu, dll, lalu bagaimana kita harus bersikap? Pertama, stay cool aja. Bilang
terima kasih dan kasih emot smile J
hehe. Hindari berdebat dengan orang yang kita nggak tahu latar belakangnya
sebab hanya membuang-buang waktu produktif kita.
Masih semangat untuk membaca
kan? Oke, kita meluncur ke topik
penerbit nihh. Lanjut yaaa. Karena saya baik hati, ini langsung saya catatkan
poin-poinnya deh. J
1.
Penerbit berkiblat pada pasar /idealisme
2.
Penerbit yang baik dan valid harus mampu
menggarap calon buku dengan baik , mulai dari editing, lay out, cover dsb .
3.
Mampu mendistribusikan buku dengan luas at
least 3000 eksemplar.
Tentu
ini hanya dilakukan oleh penerbit mayor/ nasional , bukan indie yang hanya
dicetak terbatas sesuai pesanan. Yuk teman-teman kita berdoa semoga tahun ini
buku kita-kita bisa diterbitkan di penerbit nasional. Aamiin.
4.
Mempunyai pasar regular dan pasar non-regular.
Pasar
regular yaitu pasar yang mendistribusikan ke toko-toko buku. Sedangkan pasar
non-reguler adalah pasar yang bisa digagas oleh penerbit seperti bazaar buku,
roadshow, pameran,dsb.
5.
Problem retur dan kegudangan
Yang
bikin ngeri-ngeri sedap bagi penulis adalah biasanya toko mengembalikan kepada
penerbit kurleb 3 bulan jika buku dianggap tak laku oleh pihak toko. Hiks. :’(
Yang
kedua, nggak semua penerbit ber-attitude baik, bahkan ada yang culas dan
mencurangi penulis, so berhati-hatilah. Kalau perlu rajin sharing sesama
penulis tentang penerbit yang track record nya baik.
Naah, ngomongin
penulis udah. Penerbit juga udah. Sekarang yang terakhir yatiu pasar buku. Masih semangat menyimak kaan? Iya dong! Sayang
kalo dilewatin ilmunya :) nggak papa wes, saya pegel ngetiknya, asal pembaca
bahagia #tsaahh.
It’s about pasar buku. Saya rangkum poin-poinnya ya.
1.
Pasar buku selalu bergerak dinamis secara
circle (melingkar-lingkar).
Seperti
perputaran dunia mode, pasar buku juga muter-muter. Hehe. Contohnya, novel
religi muncul, tenggelam, lalu berganti Korean Pop, kembali ke teenlit/chicklit,
pembaca menjadi bosan, akhirnya semarak novel setting luar negeri, kembali ke
setting lokal, dsb.
2.
Kategori konsumen
Ada
konsumen fanatik dan konsumen tidak fanatik. Konsumen fanatik adalah konsumen
yang dari rumah sudah berencana membeli judul buku tertentu. Sedang konsumen
tidak fanatik tidak berencana membeli judul buku tertentu. Mereka biasanya
lihat-lihat, melihat cover, membaca back cover. Kalau tertarik, bisa langsung
diangkut ke kasir (bukunya maksudnya :p)
kalau nggak tertarik membeli, mereka akan mencari buku lain yang lebih menarik
menurutnya. Konsumen seperti ini jumlahnya lebih banyak.
3.
Display dan potensi keterjualan
Display
buku kita sangat menentukan potensi keterjualan. Sayangnya hal itu mutlak
otoritas toko dalam mengatur display buku.padahal sekarang ini display semakin
sempit. Coba lihat di gramedia. Novel Tere Liye yang best-seller itu nangkring
dengan manis dan elegan di mana-mana. di depan pintu masuk, di rak teratas, di
rak best seller, di rak kasir . pokoknya guampang banget terlihat oleh calon
pembeli. Terus bagaimana jadinya kalau buku kita terletak di rak paling bawah,
nylempit, ketutupan kardus juga, wah! Alamat calon pembeli gak menyentuh buku
kita. Hiks. #nangisbombay sambil meluk pohon.
4.
Pasar itu hitam putih
It
means, siapapun namamu, dimanapun kamu tinggal, kalau tidak memberi omset, ya
ditinggalkan. Hiks kejaamnya. Tapi itulah fakta di lapangan. Kita sebagai
(calon) penulis, harus banyak berusaha dan berdoa kenceng biar buku kita tak
terpinggirkan dengan tragis.
Oh
ya, Pak Edi juga menambahkan kalau buku tak laku, lihat 2 hal, yaitu kekuatan
karya dan kekuatan penerbit.
Hosh! Hosh! Trusss sekarang
apa korelasi antara ketiga hal itu (penulis, penerbit, dan pasar buku)? Juz
answer several questions below:
1.
Apakah menulis bisa menghidupimu?
2.
Apakah menulis membahagiakanmu?
3.
Mampukah menulis di sela-sela kesibukan
kuliah/kerja/sekolah?
4.
Bisakah menjadikan menulis sebagai panggilan
jiwa?
Jadilah
mengheningkan cipta deh. Memang saat ini belum bisa menyandarakan hidup
sepenuhnya pada menulis mengingat pasar buku yang naik turun dan minat baca
masyarakat kita yang masih rendah, hiks. namun, jika menulis sudah mendarah
daging dalam jiwa kita, sudah selayaknya kita memperjuangkannya. Sebab banyak
hal yang bisa kita dapatkan dari kebiasaan menulis. Terapi jiwa sehingga emosi
tersalurkan, membuat skill menulis kita
semakin terasah, memberi pencerahan dan inspirasi kepada pembaca, membuat kita
lebih bisa berpikir analitis, kritis, logis, dan sistematis, selain itu juga
royalti/ honor yang membuat kita makin bersemangat.
Alhamdulillah, akhirnya selesai juga
tulisan sharing ini. #ngolet2 #ngelapkringet. Semoga tulisan ini bermanfaat ya.
Kalau ada kekurangan, maafin ya. Soalnya nulisnya sambil momong krucils dan siap-siap
mau arisan PKK, xixixi #ngeles.
Oh iya untuk sharing selanjutnya
oleh Pak Joni Ariadinata (Redaktur Majalah Sastra Horison) dan pak Raudal
Tanjung Banua, saya sambung besok2 lagi ya . atau dilanjutin oleh Mbak Mutiara
Chinta ya *colek2 mbak Wid. Semoga berkenan hehe.
Epilog.
Sepanjang perjalanan pulang, saya
merenungkan apa yang saya dapat hari ini. Betapa semua orang terdekat saya
sudah banyak berkorban untuk saya hari ini. Mereka dengan tulus mengantar saya
untuk mengejar impian saya. Saya bertekad akan berjuang semampu saya. Sebisa saya,
hingga tak mengecewakan mereka.
Terima kasih tak terhingga untuk
keluargaku atas supportnya. Terima kasih untuk Divapress yang telah merancang
acara sekeren itu. Terima kasih untuk para pembicara atas curahan ilmunya yang
oke punya. Terima kasih untuk para tim sukses dan semua peserta yang
memeriahkan #KF emas minggu lalu. Sukses untuk kita semua. Aamiin.
Komentar