Shafa Wants to be a Storyteller
Semua berawal dari kesukaan saya terhadap buku. Tiap
saya pergi ke toko atau pameran buku, saya selalu membeli buku cerita bergambar
untuk Shafa (5 tahun). Tidak selalu yang mahal. Yang terpenting isinya mengandung kebaikan.
Nah, berkat tiap hari saya dongengin, bahkan sampai
diulang-ulang hingga saya bosan, Shafa suka menceritakan kembali isi dongeng
pada teman, guru, dan abinya. Dengan penuh semangat dia berkisah tentang sejarah air zam-zam,
kebaikan burung Hud-hud, nabi Yunus dalam perut ikan paus, Sahabat Nabi, juga cerita
tentang binatang seperti kegigihan
semut, kelicikan kancil dan kebaikan hati kerbau.
Selain itu, untuk merangsang kinerja audio visualnya,
saya mendownload banyak video anak yang mengajarkan budi pekerti. Saya juga
mengizinkan Shafa untuk menggunakan tablet untuk belajar melalui aplikasi
edukatif yang menambah kosakata dan pengetahuannya. Namun, tentu saja saya
membatasi penggunaan gadget agar ia tidak kecanduan sehingga mengabaikan
interaksi dengan orang lain.
Bahagia rasanya saat Shafa begitu tertarik dengan
media-media itu. Tak terasa, sambil bermain ia juga belajar. Bukankah itu
efektif? Efek jelas yang bisa dilihat adalah ketika ia makin aktif bertanya dengan
penuh minat.
“Bu, kenapa sih burung punya sayap, manusia tidak?” atau
pernyataan polos yang tak terduga, “Kalau kita minum madu tiap hari, kasihan
dong. Lebahnya capek.”
Haha. Saya harus banyak belajar untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan ajaib Shafa. Saya juga harus menjadi pendengar yang baik.
Yang siap menampung cerita tentang pengalamannya sehari-hari di sekolah, di
jalan, di rumah, bahkan dalam imajinasi kanak-kanaknya yang sederhana.
Oke. Belajar
dari sentra peran di sekolahnya, Shafa hobby bermain peran dengan adiknya. Dia pura-pura
menjadi seorang polisi, adiknya jadi penjahatnya. Hehe. Atau suatu ketika ia
menjadi seorang chef dan adiknya menjadi asistennya. Kadang kompak. Kadang berantem.
Karena saya suka seni dan sastra, saya
sesekali mengajaknya membaca puisi dengan deskripsi sederhana. Misalnya tentang
buah pisang.
Pisangku warna kuning
Abi membelinya di pasar
Buah pisang rapi bersusun-susun
Rasanya manis dan legit
Aku suka makan pisang
Dia menirukan saya yang berpuisi
dengan penuh penghayatan. Ternyata hal sederhana seperti itu efektif untuk menambah
kosakatanya.
Suatu ketika ia ingin berekspresi
dengan bercerita. Saya setting kamarnya menjadi panggung
kecil yang dihiasi dengan boneka. Saya permak penampilannya menjadi seorang narator
cerita. Saya dan adik akan duduk manis di depan ‘panggung’ dan menyimak dengan
seksama cerita berjudul ‘Pak Tani dan
Orang-Orangan Sawah’. Saya perhatikan ekspresinya yang
berubah-ubah; marah, sedih, ceria. Juga gerakannya: melompat, duduk, dan
tertawa. Hihi. Anak jaman sekarang bisa juga kreatif
me-make over cerita. untuk mengapresiasinya, saya beri dia tepuk tangan, pelukan
dan pujian, “bagus. Semangat ya kak.”
Oh ya besok pagi Kak Shafa mau tampil
di acara akhirussanah di sekolahnya. Dia mendapat ‘jatah’ untuk hafalan hadist
silaturahim dan menari Bali bersama teman-teman sekelasnya. Semoga Shafa mampu tampil berani dan percaya diri di depan audiens . Aamiin. Semangat,
Kakak! Do ur best. :*
Baiti jannati
Semarang, 5 Juni 2015