H-4
Ramadhan
“Bu,
kenapa sih bulan Ramadhan harus puasa?” tanya Shafa pada saya saat penghujung
bulan Sya’ban. Si sulung memang begitu, rasa ingin tahunya tinggi.
“Itu
perintah Allah untuk orang beriman biar tambah taqwa,” jawab saya.
“Berarti
aku harus ikutan puasa dong?”
Lagi-lagi
saya mengangguk mantap. Ia menerawang. Mungkin membayangkan gelegak panas yang
mendera hingga kerongkongan kering kerontang. Atau memikirkan melilitnya perut
tanpa sarapan, makan siang, dan snack favorit yang membuat air liur menetes.
Belum lagi, tulang lemas dan... bau mulut!
Ia
menutup mulutnya. Saya tahu, sejak 2 tahun yang lalu ia pernah ‘belajar’
merasakannya. Meski masih setengah hari dan bolong-bolong pula. Tak apa, saat
itu ia masih berusia 3 tahun 3 bulan. Masih kecil untuk menahan lapar dan haus.
“Dapat
hadiah tidak kalau kakak ikutan puasa?” tambahnya.
“Dapat,
dong. Hadiahnya buanyaak sekali,” goda saya sambil kedip-kedip mata ke arah si
ayah. Iya dong, secara ayah kan sponsornya hihi.
“Hadiahnya
surganya Allah, kak. Plus dari ayah juga dapat lho.”
Mata si
kakak berbinar. Dengan semangat, ia ikut pawai arak-arakan menyambut bulan
Ramadhan. Panitia Semarak Kampung Ramadhan di kompleks perumahan kami, meminta
anak-anak membuat kreatifitas seperti gagar mayang, obor, lampion, senter hias,
dan atribut-atribut yang lain. Agar pawai itu makin semarak. Sejak sore, Kak
Shafa tak sabar menunggu matahari terbenam. Ia telah siap dengan gamis dan
jilbab rapi, serta atribut pawainya.
Bakda
maghrib anak-anak TPA telah berkumpul di area masjid. Mereka berbaris rapi
sesuai instruksi panitia. Orangtua mereka berada di sisi kanan kiri, saling
berbincang sambil mengawasi putra putrinya. Shalawat nabi mengalun membahana,
terbang menguar ke segala penjuru. Mendamaikan hati dan jiwa. Suara aba-aba
keberangkatan menggema, ditingkah celoteh ramai anak-anak. Beberapa menit
kemudian, arak-arakan itupun bergerak maju. Sebagian orangtua mengikuti di
barisan belakang. Sebagian tetap tinggal di pelataran masjid.
Saya,
ayah, dan si bungsu mengikuti rombongan itu dari belakang. Kami berjalan
menyisir rumah-rumah penduduk, blok demi blok, sembari melantun shalawat yang
tak putus-putus. Kami larut dalam euforia jelang Ramadhan yang membuncah di
dada. Saya teringat sebuah hadist yang berbunyi ‘Barangsiapa yang bahagia atas
datangnya bulan Ramadhan, maka api neraka haram baginya’. Malam itu, saya
melangitkan doa dengan penuh pengharapan dan kesyukuran. Semoga kami semua
mampu menyambut tamu agung ini dengan sebaik-baik jamuan, sebaik-baik amalan,
dan sebaik-baik kebaikan dalam rangka meraih ridho-Nya. Aamiin.
Usai
pawai yang sangat berkesan itu, saya dan anak-anak pulang ke rumah. Sedangkan
ayah mengikuti kajian fiqh Ramadhan bakda isya.
Lalu
saya tertegun ketika Kak Shafa mendedangkan lagu ‘Arti Puasa’, dengan lancar
dan hafal di luar kepala. Padahal lagu yang dibawakan Tasya itu baru didownload
oleh ayahnya beberapa hari yang lalu.
Apakah
arti puasa?
Puasa
menahan lapar.
Puasa
menahan haus.
Dan
menjaga perilaku.
Allah
sangat suka
Allah
sangat sayang
Bagi
yang berpuasa diberi pahala
Ditempatkan
Allah dalam surga
*
H-1
Ramadhan
“Besok
pagi mulai sahur, Bu?” kak Shafa kembali bertanya usai shalat tarawih perdana.
“Insya
Allah. Tapi sahurnya sebelum adzan subuh lho kak.” Saya tertawa. Teringat dulu
saat Ramadhan 2 tahun yang lalu, sahurnya Kak Shafa jam 6 pagi. Setahun yang
lalu sudah sebelum subuh walau sahur sambil memejamkan mata, antara sadar dan
tidak.
Alhamdulillah,
malam harinya kak Shafa sudah nawaitu, berniat puasa sampai maghrib, dengan
banyak request: buka sama es kacang ijo, ayam bakar, dan jajan yang banyak.
Saya dan suami mengiyakan saja. Toh, perut kecilnya tak mungkin muat menampung
makanan sebanyak itu.
Ini
adalah tantangan bagi saya sebagai seorang ibu dalam mengkondisikan puasa si
sulung. Mengingat adiknya hobby ngemil di mana saja dan kapan saja. Untuk
belajar toleransi, saya batasi jajan si bungsu. Kalaupun ia harus makan, tidak
boleh di depan kakaknya.
Antara
jam 9-11 siang adalah jam kritis. Saat lambung sedang lapar-laparnya. Untuk
melupakan lapar itu, saya ajak Kak Shafa bembuat prakarya. Beberapa hari
sebelumnya saya telah menyiapkan alat dan bahan. Saya juga sudah mengumpulkan
referensi aktivitas asyik untuk anak saat Ramadhan. Prakarya yang kami buat
sangat variatif. Di hari pertama, membuat pohon dan balon Asmaul Husna dengan
menggunting dan menempel kertas. Hari berikutnya, kami membuat kolase dari
kertas lalu membuat bunga warna-warni dari kertas krep, serta menghias toples
dengan kertas bekas. Ketika bosan mulai merayapi, saya ajak anak bermain peran,
membacakan cerita, mewarnai gambar, behitung, dan melipat kertas (origami).
Lelah dengan semua kegiatan,saya ajak anak-anak shalat duhur jika waktunya
telah tiba. setelah itu, anak-anak biasa tidur siang.
Sore
harinya, Kak Shafa bangun dan bersiap-siap untuk shalat asar. Setelah itu ia
mengaji di TPA bersama teman-temannya hingga berbuka bersama di masjid. Ini
adalah ‘jam aman’ sebab dengan berkumpul bersama teman-teman sebayanya sembari
menunggu adzan maghrib, rasa lapar dan haus terlupakan. Di antara puluhan
anak-anak yang mengaji, hanya 4 anak (termasuk kak Shafa) yang kuat berpuasa
sampai maghrib.
Ketika
ada yang menanyakan bagaimana membuat anak kuat berpuasa, saya menjawab bahwa
kuncinya terletak paa orangtua. Seberapa kuat orangtua memotivasi anak (dengan
reward dan punishment yang sewajarnya) sebab anak masih abstrak dalam memaknai
‘pahala’ dari Allah yang tidak terlihat secara kasat mata. Orangtua juga harus
bertahan dengan rengekan/keluhan anak yang ingin membatalkan puasa, dengan kesabaran
dan pengalihan perhatian. Jika anak sakit, saya juga tidak memaksakan untuk
berpuasa, sebab ia belum dikenai kewajiban berpuasa. Namun alangkah baiknya
jika berpuasa dilatih sejak dini untuk menanamkan kebiasaan.
Satu hal
yang saya tunggu dan yang paling membahagiakan saya adalah ketika ia pulang
dari buka bersama di masjid dan mengatakan, “Wah, berbuka itu enak banget deh
rasanya” sembari ia mengunyah roti takjil. Saya acungkan 2 jempol untuknya.
Benar kata Ustadz Salim A. Fillah yang berbunyi,”Indahnya menahan, saat berbuka
penuh kejutan.”
Dan setiap
Ramadhan datang, selalu ada kejutan yang Allah hadiahkan untuk muslim muslimah
di setiap penjuru bumi.
Allah,
istiqomahkan kami dalam kebaikan hingga bersua dengan ramadhan-Ramadhan
seterusnya. Aamiin.