Hari senin tanggal 22 Mei 2017, saya
berkesempatan ikut talkshow di Masjid ‘Aisyah Gunungpati. Narasumbernya adalah
Musa dan ayahnya, La Ode Hanafi. Talkshow mengangkat tema ‘Al Qur’an di Dada
Anak-Anak Kita’. Hmm..sangat menarik. Mengingat bahwa setiap orangtua muslim
pasti mempunyai impian, kelak generasi penerusnya menjadi seorang hafidz/ah
yang solih/ah.
Sampai di lokasi, saya sangat
bahagia bisa bertemu saudari-saudari seiman yang begitu banyak. Saya dan mereka
memiliki visi misi yang sama, yaitu ingin menjadikan anak-anak seumpama Musa. Cerdas,
memiliki hafalan yang kokoh. Tak hanya hafal Qur’an, Musa juga hafal ribuan
hadist dan kitab-kitab besar para ulama seperti ‘Umdatul Ahkam, Arbain Nawawi,
dll. Sungguh pantas kalau anak sebelia itu menjadi juara 1 hafidz quran di RCTI
dan juara 3 tingkat internasional di Mesir, menyingkirkan pesaing dari 80
negara tahun 2016 lalu. Subhanallah.
Meskipun tidak bisa melihat Musa
secara langsung (hanya melalui layar), saya sudah cukup hepi. Ya, Musa (9
tahun) sama seperti anak-anak seusinya. Ceria, suka mobile, suka bermain. Tapi
luar biasanya, ia tidak bersekolah di lembaga umum. Musa dididik langsung oleh
tangan dingin ayah dan ibunya alias homeschooling. Masyaa Allah. Padahal ayah
Musa notabene bukanlah seorang hafidz qur’an, tetapi beliau berusaha keras
mendidik kelima putra/I nya menjadi hafidz/ah.
Ada satu quote yang sangat
inspiratif dari beliau, yaitu jangan menunggu sempurnanya ilmu. Jangan menunggu
kita ideal. Yang saya tanamkan, apa yang saya tahu itu yang saya ajarkan. Itu
akan terasa manfaatnya. Saya jadi teringat sebuah quote ‘don’t wait for the
perfect moment. Take the moment and make it perfect.
Sampai di sini, pertanyaan yang
lazim muncul di kepala adalah: bagaimana cara Musa menghafal? Atau Metode apa
yang dipakai dalam mengajar qur’an? Ayah Musa memakai metode talaqqi. Yaitu
beliau membacakan ayat dulu, lalu Musa mengikuti. Setelah agak hafal,
dihafalkan berulang-ulang, baru disetorkan lagi. Namun—tambah ayah Musa—metode
seperti apapun, yang terpenting adalah ISTIQOMAH.
“Ilmu itu Allah yang memberi kepada
siapa saja yang Dia kehendaki. Meski ilmu sedikit, ajarkan pada anak. Kita
berlomba-lomba mengejar karunia Allah. Terus bekerja sama dengan pasangan,”
urai ayah Musa yang membuat hadirin terpacu semangatnya.
Hal yang tak kalah penting adalah
mengajarkan adab sejak dini. Misal adab makan yaitu dengan tangan kanan, duduk,
membaca bismillah, dan tidak mencela makanan. Meski secara teori sederhana, praktiknya
harus dilakukan terus menerus agar menjadi kebiasaan. Agama kita mengajarkan
adab dulu sebelum ilmu. Seperti kisah Rasulullah yang mengajarkan adab kepada
cucunya, Husein. Saat itu Husein kecil mengambil sebuah kurma sedekah dan
langsung memasukkannya ke dalam mulut. Begitu mengetahui, Rasulullah langsung
mengeluarkan kurma itu dari mulut cucunya, sebab haram bagi keluarga Rasul
memakan harta sedekah. Ya, parenting ala Rasul itu merupakan bagian dari
pengajaran adab.
Hari beranjak siang. Masih ada sesi tanya
jawab. Ada seorang bapak yang bertanya tentang bagaimana keseharian Musa hingga
dia bisa menjadi hafidz di usia belia?
Ayah Musa menjawab bahwa semua
dilakukan bertahap. By proses, sebab tak ada sesuatu yang instan. Apalagi dalam
mendidik anak. Perlu kesabaran, tekad, dan konsistensi. Misal saat Musa balita dulu. Dia dibiasakan
bangun pagi. Setelah shalat subuh, lima belas menit menghafal. Bakda shalat
maghrib juga 15 menit untuk murojaah. Setelah dia agak besar, porsi dan jam
hafalan ditambah sedikit demi sedikit hingga sekarang sudah terjadwal. Ayah
Musa menegaskan bahwa tetap ada waktu untuk bermain, sebab bermain itu hak
anak. Bermainnya seperti bermain hujan, bermain bersama kawan dan adik. Bebas,
tapi tetap terawasi.
Adapula yang bertanya tentang efek
dosa/maksiat terhadap pendidikan anak. Ayah Musa menjawab bahwa
akhlak/kebiasaan orangtua sangat berimbas pada anak. Jika orangtua melakukan amal
solih, anak akan ‘kecipratan’ pengaruh baiknya. Itupun berlaku sebaliknya. Misalkan
anak tidak mau menurut dan susah diatur, jangan lantas menyalahkan anak—apalagi
saat dia belum baligh. Ortu harus introspeksi, jangan-jangan ada dosa/maksiat
yang dilakukan orangtua sehingga berpengaruh pada anak. Dosa orangtua pun
menjadi penyebab terhalangnya terkabulnya doa-doa pada anak. Oleh karenanya,
menjadi seorang orangtua yang anaknya calon penghafal qur’an sangat besar ikhtiar
dan doa yang dilakukan. Menjaga diri dan keluarga dari dosa, adalah kewajiban.
Ingat kisahnya sahabat yang melihat betis wanita tanpa sengaja lalu hafalannya
hilang?
Oh ya, kisah inspiratif Musa dan
ayahnya tertuang dalam buku berjudul ‘Mencetak Hafidz Cilik, meniti jejak La
Ode Musa. Penulisnya adalah Abu Raihan dan Ummu Raihan. Diterbitkan oleh
penerbit Gazzamedia, Solo. Di dalam buku itu dipaparkan dengan jelas perjalanan
dan perjuangan Musa menghafal qur’an. Saya rangkumkan poin-poin penting Tips
menghafal Al Qur’an ala keluarga Musa (hal 57) yaitu:
1. Meluruskan Niat lillahi ta’ala
Seperti sebuah hadist bahwa segala
amalan tergantung pada niatnya.
2. Menanamkan akidah dan Manhaj
(Jalan hidup) yang lurus
Fase kanak-kanak merupakan waktu
yang strategis bagi penanaman akidah. Usia anak adalah masa keemasan dalam
kehidupan seseorang. Segala yang dialami dan dipelajari pada masa ini—dengan
izin Allah—akan membekas hingga dewasa, seperti nasihat Luqman Al Hakim pada
anaknya di Q.S Luqman:13 untuk tidak menyekutukan Allah.
3. Menanamkan adab dan akhlak islami
Karena pentingnya perkara adab, para
ulama sangat intens mempelajarinya, bahkan durasinya lebih panjang dibanding mempelajari ilmu selainnya. Salah
satu tanda keberkahan ilmu yang diperoleh dari menghafal qur’an adalah semakin
baik adab dan akhlak kesehariannya, seperti kalimat ‘Aisyah r.a dalam hadist “
Akhlak beliau (Rasulullah) adalah Al Qur’an (HR Muslim).
4. himmah ‘aliyah (cita-cita yang
tinggi)
‘ilmu tidak diperoleh dengan badan
yang bersantai-santai (HR Muslim )
Imam syafi’I rahimahullahu berkata,
“Saudaraku, engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam perkara.
Kecerdasan, kemauan keras, semangat, bekal cukup, bimbingan ustadz, dan waktu
yang lama.”
5. Menanamkan kecintaan terhadap
ilmu syar’i dan ulama
Strategi yang dilakukan yaitu
menumbuhkan semangat mempelajari dan menghafal ilmu yang ditulis oleh para
ulama; membiasakan anak mendengar dan mencintai ceramah paara ahli ilmu;
membiasakan diri mengambil pendapat dari para ulama dalam segala aspek
kehidupan.
6. Menanamkan kecintaan terhadap al
qur’an
Sebelum mengarahkan anak untuk
konsisten menghafal, hal yang harus dilakukan terlebih dulu adalah menanamkan
kecintaan kepada kitabullah. Menghafal tanpa rasa cinta tidak akan memberi
manfaat. anak belajar dari keteladanan orangtuanya dalam keseharian. Semisal
anak melihat ortunya rajin tilawah, murojaah, membaca tafsir, dan mendengarkan
murottal. Hal semacam itu aan lebih mudah ditiru oleh anak.
7. Memilih metode menghafal yang
tepat bagi anak
Tiap anak memiliki kecerdasan dan
cara belajar yang berbeda. Ada anak auditory (kuat di dengaran) . adapula anak
yang visual (tertarik dengan sesuatu yang indah dipandang). Tugas ortu adalah
menemukan gaya menghafal yang paling efektif. Saat awal menghafal, Musa kecil
memperhatikan gerak bibir sang ayah yang tengah mengucap ayat.
8. Porsi murojaah yang cukup
Hafalan qur’an mudah sekali hilang
apabila tidak sungguh-sungguh dijaga dengan murojaah.
“Sesungguhnya permisalan orang yang
menghafal qur’an semacam pemilik unta yang ditambatkan. Kalau dia menjaganya
(mengikatnya), maka dia tidak akan pergi. Maka jika dilepas, dia akan pergi. (HR
Bukhari, Muslim, dan Malik)
9. Disiplin dan istiqomah mengelola
jadwal harian
Penerapan disiplin dan konsisten
mengatur waktu dan jadwal harian dalam pendidikan anak, berbuah pada
keteraturan pola hidup anak hingga dewasa. Ortu adalah pemegang kuncinya. Tak
bijak jika ortu berdalih dengan alasan ‘kasihan, dia kan masih kecil.’ Atau
‘yah. Dia kan masih anak-anak’. Justru ketika masih anak itu fitrohnya masih
terjaga dan mudah diarahkan.
10. Makanan yang halal dan thoyyib
Sebagai seorang muslim, wajib hukumnya
memperhatikan apa saja yang masuk ke dalam tubuh kita dan anak-anak kita. Sebab
makanan yang haram bisa menjadi penghalan terkabulnya doa. Makanan yang haram
bisa menjadi api neraka.
11. Memberi kesempatan istirahat
Orang yang menghafal juga harus memiliki
waktu untuk beristirahat agar kembali fresh dan bersemangat. Kurangnya
istirahat bisa menyebabkan jenuh. Badan kita juga memiliki hak untuk rehat
ibarat baterai yang diisi ulang.
Semoga dari kisah dan uraian tips di
atas, kita bisa mengambil inspirasi dan ibroh di dalamnya, serta menjadi
pemantik semangat bagi kita dalam mendampingi anak menjadi calon hafidz/ah.
Aamiin.
Rumah Cahaya
2 Ramadhan 1438 H/ 27 Mei 2017
Komentar