Judul
buku : Sirkus Pohon
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang
Jumlah
halaman: 410 hal
Tahun
terbit : 2017
Saya
kerap dilanda penasaran tiap kali Andrea Hirata menerbitkan novel baru. Setelah
tetralogi Laskar Pelangi, Dwilogi Padang Bulan, dan Ayah membuat saya nggak bisa move
on selama berhari-hari, maka saya makin kepo dengan novel Sirkus Pohon. Menurut saya, karya Andrea
sangat berkarakter.
Novel Sirkus
Pohon ini mengisahkan tentang tokoh bernama Sobri yang biasa dipanggil Hob;
seorang pengangguran yang masih nebeng hidup di rumah ayahnya. Tinggal bersama
adik perempuannya, Azizah, yang
kerapkali merepet tentang betapa pemalasnya dia. Hal yang menghambatnya
mendapat pekerjaan tetap adalah ijazahnya yang cuma SD. Dia merasa terbuang,
kalah saingan dengan mereka yang lulus SMA sederajat. Cinta pertama yang
tertaut pada seorang gadis bernama Dinda, membuatnya optimis terhadap masa
depan. Setelah melalui pencarian panjang, sebuah Sirkus Keliling menerimanya
dengan status pekerja tetap, yaitu seorang badut sirkus. Uang hasil bekerja
sedikit demi sedikit dikumpulkannya hingga bisa membangun sebuah rumah
sederhana untuk mereka berdua setelah menikah nanti.
Namun,
jalan nasib tak bisa diramal kesudahannya. Semua berubah serupa sekedipan mata
tatkala Dinda, calon istrinya, mendadak sakit ingatan. Mitos yang beredar dia
diganggu makhluk halus, bahkan diramalkan akan meninggal kala gerhana matahari
tiba. Tak cukup disitu ujian kepahitan hidup yang dialami Hob. Dia kena tipu
kawannya, Taripol si maling, anggota Geng Geranat. Tak cuma sekali, bahkan
berkali-kali. Pohon delima yang tumbuh di pekarangan rumahnya itupun seakan
membawa kesialan untuknya hingga nyaris mendekam di bui. Lalu, juga menjadi
pohon keberuntungan yang nyaris membuat lelaki itu menjadi jutawan. Getirnya
hidup semakin terasa manakala Sirkus Keliling Blasia tempat Hob menemukan jati
dirinya, terpaksa gulung tikar terkait konspirasi pemilihan kepala desa. Hob
pun harus rela kehilangan pekerjaan, kehilangan cinta, dan kehilangan nama
baik.
Jalinan
cerita ini diperkuat dengan hadirnya karakter seperti Tara dan Tegar, yang
saling menemukan cinta pertama di pengadilan agama, tatkala orangtua mereka
bercerai. Setelah melalui panjangnya perjuangan akan pencarian dan kehilangan
selama bertahun-tahun, nasib mempertemukan mereka dalam momen yang teramat
dramatis.
Adapula
tokoh Taripol yang terkenal belangnya sebagai maling kelas kakap, yang bahkan
tega mengorbankan kawan sendiri, di akhir cerita mengalami perubahan setelah
bergabung dalam Sirkus Keliling Blasia yang digawangi Bu Bos dan dimandori
Tara. Tanpa diduga, dialah yang membuat sirkus keliling itu bangkit dari
keterpurukannya.
Saat
membaca bab awal novel ini, belum terasa geregetnya. Tidak seperti novel Ayah
yang langsung skak mat: mengunci pembaca pada kesan pertama. Namun, setelah
dibaca lagi dan lagi, lalu tenggelam dalam karakter tokoh-tokoh beserta konflik
yang mereka hadapi, saya kembali jatuh cinta. Keindahan cinta pertama bisa
digambarkan dengan sangat polos, jujur, tulus, dan menyesakkan hati. Perjuangan
berdarah-darah pun diceritakan dengan sangat detil—beserta tingkah polah tokoh
yang membuat pembaca tergelak sekaligus prihatin. Tertawa tapi miris. Andrea
berhasil mengaitkan hubungan antara mitos pohon delima, sirkus, cinta, patah
hati, dan intrik dunia politik menjadi satu kesatuan yang padu. Ciri khas ala
Melayu begitu kental mewarnai dalam dialog tokoh-tokohnya. Setting dan budaya
begitu nyata, detil, dan lugas. Penulis memang seniman kata-kata.
Two
thumbs up untuk novel ini.
Komentar