Assalamu’alaikum
sahabat bumi,
Isu
sampah plastik menjadi trending topic
yang beritanya terpampang di surat kabar, situs berita online, dan televisi. Menghiasi timeline
dan feed di sosial media. Menjadi isu
yang terus diperbincangkan dan diperjuangkan oleh pegiat lingkungan. As we know, bahwa sampah plastik telah
menjadi masalah besar hingga menimbulkan bencana yang tak bisa kita sepelekan. Berita
tentang ditemukannya paus sperma yang mati terdampar di Kepulauan Wakatobi,
sungguh membuat miris. Pasalnya ketika dibuka, di dalam perutnya didapati berbagai
sampah plastik dengan total berat 5.9 kg. Pernah juga menyaksikan video yang
diunggah di Instagram tentang seekor penyu yang tersiksa sebab hidungnya
kemasukan sedotan plastik. Alangkah sedihnya…
sedihnyaa |
Kita tidak bisa menutup mata dengan merasa
cukup mengikuti slogan ‘buang sampah pada tempatnya’. Padahal sejatinya, sampah
yang kita buang di tong sampah itu akan dibawa oleh mobil pengangkut sampah, lalu
berakhir di tempat pembuangan akhir. Bahkan, ada petugas sampah nakal yang
menggelontorkan sampah ke sungai manakala TPA tak lagi cukup menampung kuota
sampah yang makin menggila setiap harinya.
gunungan sampah hiks |
Ya,
sebenarnya sampah kita tak kemana-mana. Hanya berpindah tempat saja.
Kabar
buruknya, perlu waktu sekitar 50 sampai 100 tahun bagi plastik untuk bisa terurai.
Sedangkan setiap saat, plastik terus diproduksi seakan tanpa kontrol. Dekatnya kita
dengan gaya hidup praktis dan instan, menjadikan kita susah lepas dari plastik.
Plastik begitu dibutuhkan, memanjakan, juga melenakan.
sampah menjajah bumi, tempat kita hidup |
Sudah saatnya
kita aware terhadap kelestarian
lingkungan minimal dengan memilah sampah organik, anorganik, dan limbah. Membuat
kompos, mengurangi penggunaan plastik, dan berpartisipasi dalam bank sampah adalah
langkah-langkah kecil yang bernilai besar. Kita belajar lagi merealisasikan slogan
‘reduse, reuse, recycle’ untuk
menolong bumi yang semakin menua ini. Marilah perlahan kita belajar zerowaste dari rumah kita.
sampah plastik untuk disetor di bank sampah |
Lantas,
bagaimana menanggulangi gunungan sampah plastik yang tak terbendung itu?
Marimas terus
mengajak dan mensosialiasikan gerakan Marimas Ecobrick melalui berbagai
pelatihan membuat ecobrick. Workshop bertajuk
Marimas Ecobrick itu digelar di berbagai sekolah dan lembaga dalam upaya mengurangi
sampah plastik. Marimas ecobrik mengupayakan dunia lebih cantik dengan cara
mudah, yang setiap kalangan bisa melakukannya.
Fyi, Ecobrick
adalah botol plastik yang dikemas dengan plastik untuk membuat blok bangunan yang
dapat digunakan kembali (Wikipedia.org). Ecobrick berasal dari kata Eco yang
berarti ‘ecology’ atau ekologi, serta ‘brick’ yang berarti ‘bata’. Dengan kata
lain, ecobrick adalah bata penyelamat lingkungan yang dapat digunakan untuk
membuat bangku, meja, ruang kebun, bahkan untuk membangun bangunan rumah.
Penggagas
ecobrick adalah seorang berkebangsaan Canada bernama Russell Maier dan
istrinya, Ani Himawati. Mereka menjadi pelopor gerakan ecobrick di dunia yang
bernama GEA (Global Ecobrick Alliance). Selama tiga tahun lebih, mereka
berkeliling ke berbagai negara untuk mengkampanyekan serta mengedukasi tentang
pengelolaan sampah dengan ecobrick. Berangkat dari keresahannya akan anggapan
keliru sebagian orang bahwa solusi sampah plastik adalah pembakaran. Padahal
hal itu menimbulkan masalah baru yaitu pencemaran. Lebih berbahaya lagi,
pembakaran plastik akan meningkatkan karbon dan polutan berbahaya di udara yang
masuk ke dalam tanaman melalui proses fotosintesis.
Kegunaan
ecobrick adalah mengurangi kuantitas sampah plastik yang dibuang ke pembuangan
sampah. Ecobricks juga mampu mengurangi jumlah karbon dioksida yang dilepaskan
ke lingkungan (takaitu.com)
Berawal dari
acara Training of Trainer (ToT) Ecobrick di kantor PT Marimas Putera Kencana
oleh Maier dan Ani, tercetaklah 44 trainer ecobrick bersertifikat GEA. Oleh
karena itu Marimas melakukan tindak lanjut yang kontinyu dalam peran menjaga bumi.
So, kita jangan ketinggalan dong ikut mensukseskan gerakan Marimas ecobrick
ini.
Sekarang saatnya
membuat Marimas Ecobrick yuk. Anda bisa ikuti step by step petunjuk di bawah ini.
infografis pembuatan ecobrick |
Cara
membuat Marimas Ecobric:
1. Kumpulkan, pisahkan, bersihkan,
siapkan segala jenis plastik untuk membuat Marimas Ecobrick. Kemasan Marimas
ini ecobrickable lho. Hanya gunakan
plastik yang benar-benar kering dan bersih agar tidak menimbulkan bakteri/jamur
di dalam botol. Tidak boleh ada besi, kaca, kertas, maupun sampah organik yang
bisa membusuk.
2. Pilih merek dan ukuran botol yang
sama agar lebih serasi hasilnya jika ditata nanti.
3. Gunakan tongkat kayu untuk memadatkan
potongan plastik dalam botol.
4. Untuk membuat Marimas Ecobrick lebih
variatif dalam warna, masukkan plastik lembut dan lunak yang berwarna ke dasar
botol, baru guntingan plastik yang lebih tebal.
5. Pastikan kualitas Marimas Ecobrick
dengan cara menimbangnya. Berat minimum ecobrick yang disarankan adalah 500
gram untuk botol 1500 ml, serta 200 gram untuk botol 600 ml. Cara mengukurnya
menggunakan rumus berikut: berat minimal= volume botol x 0.33 (0.33 adalah
kepadatan minimum ecobrick yang bagus dan 0.7 g/ml maksimum)
Nah, selamat mencoba ya.
rumah dari ecobrick. keren ya |
Saya
memiliki pengalaman pribadi terkait Marimas Ecobrick ini. Terinspirasi dari
informasi yang bersliweran di Instagram dengan hastag #zerowaste dan #ecobrick,
saya mencari tahu. Setelah dirasa agak paham, mulailah saya meminta anak-anak
agar kemasan snack mereka dikumpulkan
menjadi satu. Termasuk botol kemasan sekali pakai yang sesekali kami beli jika
air minum habis. Saat senggang, saya ajari anak-anak dengan ajakan ‘membuat prakarya’.
Mereka senang dong. Bermodal gunting saja, jadilah plastik kemasan menjadi
serpih-serpih kecil yang dapat dimasukkan ke dalam botol dengan mudah. Ya,
sesederhana itu menurut saya di awal uji coba ini. Saya hanya belum punya
tongkat kayu untuk memadatkan isi ecobrick. Untuk tahap perdana ini, kami puas
dan bahagia sudah menghasilkan satu botol ecobrick.
sampah plastik jajanan anak anak |
Di dalam
‘kotak harta karun’ itu, masih banyak plastik kemasan tersisa dan beberapa
botol kosong yang menanti untuk dieksekusi lagi.
Ya, pasukan
Marimas Ecobrick hanya tiga orang dengan tiga buah gunting. Paksuami hanya
mengerutkan kening melihat kesibukan kami yang mungkin dianggap seperti orang
kurang kerjaan. Sementara si bungsu yang masih batita itu ‘membantu’
menghamburkan potongan-potongan kertas hingga berserakan di lantai. Kerja tim
yang solid, kan? Hihihi.
prakarya kita kak |
Perlahan tapi
pasti, anak-anak dilanda jenuh. Tiap kali saya minta bantuan untuk eksekusi
ecobrick, mereka ngeles dengan melontarkan berbagai alasan. Mengerjakan peer,
membaca buku, atau main sepeda tentu jauh lebih asyik daripada duduk tenang
sambil menggunting-gunting plastik selama bermenit-menit. Hiks. Jadilah saya
seorang diri yang berjibaku untuk tetap mengumpulkan plastik kemasan sembari
agak ngomel kalau mereka jajan kemasan melulu. Harusnya jajan buah lebih sehat
untuk tubuh dan lingkungan sebab kulit buahnya bisa terurai dengan cepat. Fyuhh,
segala sesuatu harus berproses ya.
Gerakan
Marimas Ecobrick telah memberi taladan dan inspirasi bagi kita. Bahwa satu
langkah kecil yang kita lakukan, takkan sia-sia. Alangkah keren bila semakin
banyak orang sadar lingkungan dan tercerahkan, lalu melakukan hal serupa. Insyaa
Allah akan membawa perubahan untuk bumi yang lebih baik, lebih nyaman, lebih
minim plastik. Aamiin.
Anda
sepakat, kan?
*artikel ini diikutkan dalam lomba Marimas Ecobrick Blogging Competition
Komentar