Assalamu’alaikum wr wb
Alhamdulillah lagi-lagi Allah berikan
kesempatan pada saya dan suami untuk ngangsu
kawruh dalam acara seminar Ketahanan Keluarga dan Open House Yayasan
Mutiara Hati Semarang 2019 di gedung BPMK Gunungpati Semarang. Acara yang
dihelat tanggal 3 Februari 2019 ini dimeriahkan oleh banyak sponsor dan bazar
anak-anak yang tergabung dalam ekskul Cooking Class. Kak Shafa ikut berpartisipasi
dalam bazar yang dibagi dalam beberapa kelompok. Ada pudding cup, sosis gulung
mie, cake pop, dan pisang panggang saus cokelat. Jangan tanya keseruan dibalik
pembuatan snack pisang panggang saus cokelat. Namun, pengalaman ini benar-benar
berkesan buat mereka plus melatih jiwa wirausaha sejak dini. Bukan hasil yang
dilihat, tetapi prosesnya.
Tiba di TKP, suasana sudah ramai
meski baru jam 8 lewat dikit. Panitia dan para ustadz/ah berseragam rapi dari
TKIT dan SDIT Mutiara Hati menyambut dengan ramah. Banyak hadirin yang sudah
datang dan menempati tempat duduk yang disediakan. Ada yang datang single maupun couple. Tahun lalu saya datang sendiri, sekarang bareng suami. Biar
sama-sama dapat ilmu. Ilmu parenting musti di-upgrade dan diterapkan dalam perjalanan panjang mendidik anak-anak.
Rangkaian acara pun dibuka dengan doa,
menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, tasmi surat Al Balad dengan
saritilawah dengan bahasa Indonesia dan bahasa inggris, dan tari performance
yang dibawakan oleh Ananda TK. Setelah sambutan dari bapak Solikin selaku ketua
Yayasan Mutiara Hati, acara inti pun dimulai.
Bapak Surur selaku moderator acara, memperkenalkan
pembicara pertama yaitu ibu Ninin Kholida dari LPPT Oase Indonesia. Beliau
menyampaikan materi bertajuk: Aktivasi Ketahanan Keluarga di Rumah Kita yang
diawali dengan parental mindset. Orangtua
menyetel pola pikir sejak awal bahwa anak merupakan titipan dari Allah. Allah
telah memilih kita sebagai orangtua dan Dia menilai kita mampu mengemban amanah.
Allah pun telah membekali 5 hal untuk para orangtua yaitu:
1. Alam
Merupakan
anugerah luar biasa tempat kita dan generasi hidup. Maka dekatlah dengan alam
seperti mandi hujan, berenang, berpetualang. Beri anak kesempatan bersentuhan
dengan alam untuk bereksplorasi tanpa khawatir berlebihan. Jangan membatasi
ruang gerak anak dan menggantikannya dengan gadget yang membahayakan.
2. Fitrah
Anak terlahir bukan serupa kertas
kosong. Ia lahir dengan software yang
sudah di-instal dengan kemampuan luar
biasa oleh Allah. Ada fitrah seksualitas dimana anak tumbuh sesuai kodratnya yaitu
sebagai laki-laki/perempuan. Fitrah anak bangun pagi, suka bergerak, cinta
kebersihan, dan masih banyak lagi. Masalah kemudian muncul karena orangtua tidak
mengikuti ritme alami yang Allah berikan. Contoh: anak akan merasa tidak nyaman
saat celananya basah, maka dia menangis minta ganti. Namun, keberadaan diapers membuat
anak kehilangan ‘alarm’ untuk mengidentifikasi ketidaknyamanan itu sehingga
ditemukan kasus anak SD masih memakai diapers ke sekolah, ngompol, dsb.
3. Petunjuk (Kitabullah, sunnah,
basirah, ilmu)
4. Rezeki
5. Waktu
Ada jangka waktu yang berikan untuk
mendidik dan membersamai anak-anak kita. Batasannya adalah kematian.
Dan kesemuanya itu kelak akan
dimintai pertanggungjawaban terkait anak.
Perjalanan kita di dunia serupa
seorang musafir yang berhenti sejenak untuk beristirahat, kemudian dia beranjak
untuk melanjutkan perjalanan. Begitu jiper saat diingatkan kembali bahwa 1000
tahunnya di dunia adalah satu hari di akhirat. Oleh karenanya segala niat dan
upaya dalam melaksanakan tugas pengasuhan harusnya melampaui dunia yaitu
berorientasi akhirat yang kekal.
Proses mendidik anak adalah ibadah yang
mulia, yaitu sebagai bentuk ketaatan, ladang amal, menyuburkan fitrah,
merupakan jalan yang dicintai Rasulullah, dan amal jariyah yang pahalanya tiada
terputus meski sudah meninggal. Kunci pertama menjadi orangtua adalah bersyukur terkait apapun yang Allah
kasih dalam bentuk anak dengan beragam karakternya. Ada anak pendiam, aktif
bergerak, ceriwis, penurut, pemalu, dan sebagainya. Setelah syukur menerima,
tahapan berikutnya adalah optimis
disertai niat yang baik bahwa insyaa Allah kita mampu menggunakan fasilitas
yang diberikan Allah untuk mendidik anak. Dalam proses itu, penting untuk
menciptakan rasa bahagia dan rileks agar
tidak menjadikan anak sebagai beban. Selanjutnya bisa melihat kesempatan dan menggunakannya dengan
sebaik-baiknya, serta mau belajar.
Bu Ninin juga mengangkat fenomena
yang sudah sangat memprihatinkan, semisal ada anak gadis yang mau tidur dengan
om om hanya karena dibelikan pulsa. Ada anak yang tega membunuh orangtua. Ada
anak predator seksual yang menghamili 10 mahasiswi, dan kasus-kasus mengerikan
yang nyata terjadi. Naudzubillahimindzalik. Jika ditelisik ke belakang, sumber
masalah adalah faktor keluarga. Si anak gadis kurang perhatian, hampir tidak
pernah dipeluk oleh orangtuanya dan dilimpahi kasih sayang. Si pembunuh selalu
dibombardir dengan kata-kata buruk setiap harinya, sepanjang minggu, bulan, dan
tahun yang terakumulasi menjadi dendam yang bertumpuk-tumpuk.
Mari kita kembali ke keluarga, bahwa
keluarga yang harmonis adalah cikal bakal anak yang solih/ah, berkarakter, dan
berkualitas. Maka perbaiki hubungan dengan pasangan. Menjadi orangtua yang
kompak dan bahagia. Dan yang tak kalah pentingnya adalah mengubah mindset dari ‘mendidik anak itu susah’
menjadi ‘mendidik anak itu mudah’. Banyaklah ngobrol dengan anak dengan obrolan
yang asyik. Bertanyalah tanpa nada mengintimidasi atau menginterogasi. Last but
not least adalah jangan batasi kreativitas anak. Biarkan dia tumbuh sesuai
fitrahnya.
Dalam sesi kedua, hadir bapak Wisnu Wijaya
sebagai pembicara. Beliau adalah bisnis owner, pengusaha, coach, dan motivator
dalam bidang bisnis dan parenting. Bertajuk ‘Karena Hidup ini Keras, Nak!’ pak Wisnu berhasil memukau perhatian para
audiens dengan semangatnya. Sebagai opening, ayah 5 putri/putri ini mengisahkan
sekilas tentang warna-warni pengalaman mendidik anak. Ujian berat sempat
menyambangi beliau saat bisnis melesat dan impian tercapai, ujian pun
menyertai. Putranya yang remaja sempat terjerumus pada salah pergaulan.
Hobby-nya balap motor, nongkrong dengan pemabuk, dan sempat tak pulang selama
berminggu-minggu. Namun, pak Wisnu memiliki prinsip yang dipegang erat yaitu mendidik
dengan cinta dan kelembutan. Akhirnya sang putra luluh dan kembali ke ‘rel’
yang benar. Ia menjadi remaja berprestasi dan berhasil mencapai impiannya
bersekolah ke luar negeri.
Pak Wisnu menyampaikan bahwa penting
untuk menciptakan mental juara dalam keluarga. Mental yang membuat anak berani
bercita-cita, memiliki impian dan tekat kuad, serta pantang menyerah untuk
mencapainya. Tanyakan cita-cita kepada anak, fasilitasi dan bantu wujudkan
dengan mencari informasi sebanyak-banyaknya terkait pencapaian impian tersebut.
Misalnya jika Ananda ingin menjadi dokter di fakultas kedokteran. Cari info
sebanyak-banyaknya terkait pendaftaran, persyaratan, beasiswa dan biaya, lalu
sampaikan ke anak. Ya, agar anak paham bahwa ada harga yang harus dibayar untuk
sebuah kesuksesan.
Pesan Pak Wisnu berikutnya adalah
jangan memanjakan anak karena justru akan menjerumuskan anak. Apabila terbiasa
dengan kenyamanan, dilayani, apa-apa tersedia tanpa dia berusaha, anak tidak
memiliki semangat juang untuk mendapatkan sesuatu. Kisah menarik bisa kita
petik dari keluarga cheetah yaitu konsep fight
for survive. Ayah dan ibu cheetah sedang mengajari anak cheetah untuk
berburu rusa. Mereka bertiga mengincar seekor rusa yang tampak lengah. Dengan
sekali jegal oleh ayah cheetah, kaki si rusa oleng. Ayah cheetah langsung mendorong
anak cheetah untuk ‘mengeksekusi’ rusa itu. Itulah cara anak cheetah berjuang
untuk mendapatkan makanan dan mempertahankan kehidupan.
Cara yang paling kuat dan manjur
dalam memimpin adalah keteladanan atau memberi contoh. Anak akan melihat dan
mencatat dalam memorinya tentang apa yang dilakukan orangtuanya sebagai role model. Bukankah anak adalah peniru
yang paling ulung? Oleh karenanya, tak perlu menyuruh anak belajar atau shalat
tepat waktu misalnya, sementara orangtuanya malah asyik dengan gawai.
Prinsip selanjutnya adalah ‘walaupun
kita benar, ada saat dimana kita harus mengalah’. Beliau memberi contoh saat si
sulung tak mau pulang dan lebih asyik dengan teman-teman gaulnya. Beliau
mendatangi si anak, meminta maaf, memeluk, dan mengajaknya pulang. Tanpa
kemarahan, tanpa kekerasan. Si anak pun menurut, menangis dan menyesal telah
membuat orangtuanya khawatir. Itulah pentingnya mengesampingkan ego di depan
anak. Mengalah bukan berarti kalah, tetapi menjadikan keadaan lebih baik bagi
semua pihak.
Prinsip berikutnya adalah ajak anak
curhat. Bisa tentang pekerjaan, impian, visi misi keluarga yang hendak dicapai
bersama dan lainnya. Itulah cara membangun kedekatan emosi dan keterbukaan antara
anak dan orangtua. Jika sedari kecil sudah terbangun kedekatan emosi, maka apapun
yang terjadi dengannya, anak akan merasa nyaman curhat dengan orangtua. Tak ada
rahasia. Tak ada yang ditutup-tutupi dari orangtuanya.
Memotivasi anak, memberi sugesti
positif pada anak adalah bagian yang harus dilakukan dalam proses mendidik.
Dengungkan terus firman Allah yang berbunyi ‘Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS. Ar-Ra’d: 11) dan ayat ‘Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk menusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah (QS.
Ali Imran:110). Ucapkan berkali-kali menjelang anak tidur hingga kalimat
‘sakti’ tersebut akan masuk ke dalam alam bawah sadarnya dan tertanam kuat
menjadi karakter yang mendongkrak semangat dan rasa percaya diri anak. Ucapkan ‘kamu
hebat, nak. Kamu cerdas, nak. Kamu luar biasa, nak. Kata-kata mengandung doa
dan dapat membentuk jiwa yang optimis.
Tugas orangtua adalah menjadikan anak
mandiri. Kelak mereka akan berpisah dengan orangtua dan menjalani fase
kehidupan seperti kuliah, berumah tangga, dan menjadi orangtua juga. Maka, mental
mandiri itu sudah dipersiapkan termasuk mandiri secara finansial. Pak Wisnu
memperlihatkan The Cashflow Quadrant for
Kids yang mengingatkan saya pada cashflow quadrant-nya Robert T. Kiyosaki
yang dulu pernah saya baca. Ada 4 level yang pernah dilalui oleh Rasulullah.
1. Employee (menjadi
pekerja/karyawan)
Ini saat Rasulullah berusia 7 tahun.
Beliau sudah bekerja menggembala kambing yang jumlahnya ratusan ekor.
2. Self-employee (wiraswasta)
Saat berusia 12 tahun Rasulullah mengikuti
perjalanan dagang pamannya, Abu Thalib ke Syam.
3.
Business
Di usia 17 tahun Rasulullah telah
merambah ekspedisi perdagangan internasional. Beliau menjelajah benua dan telah
dikenal kejujurannya hingga disematkan gelar Al Amin.
4.
Investor
Di usia 25 tahun, Rasulullah bermitra
dengan Khadijah ra yang membuat usaha dagangnya berkembang semakin pesat. Kemudian
Rasulullah menikahi Khadijah dengan mahar 20 ekor unta merah. Dalam riwayat lain
ada yang menyebut 100 unta merah.
Kisah
luar biasa ini seyogyanya kita ceritakan kepada anak secara berulang agar
mereka menjadikan rasulullah sebagai sebaik-baik teladan sepanjang hayat.
Pak Wisnu juga mengemukakan tentang
pentingnya attitude dan karakter mampu
pada anak. karakter mampu tersebut memiliki ciri-ciri yaitu mau, antusias, mandiri, positif, dan ulet. Karakter
mampu merupakan hot button yang harus kita gali dan tumbuhkan pada anak sebagai
cikal bakal kesuksesan di masa depan.
Dari sekian banyak paparan beliau,
ada pesan penting berupa rumus K + B = R. Artinya, apapun Kejadiannya entah
baik atau buruk, yang terpenting adalah responnya. Beliau mengisahkan behind the scene perjalanan rumah tangga
yang penuh duri ujian serta bagaimana menyikapinya. Tetap berpikir positif dan
berbaik sangka pada Allah karena Allah sesuai prasangka hamba-Nya. Sepakat!
Alhamdulillah acara berlangsung seru,
semangat, dan penuh ilmu dan kesan. Banyak inspirasi dan motivasi untuk menjadi
orangtua yang terus berproses menjadi lebih baik lagi. Aamiin yaa robbal
alamiin.
Terima kasih untuk Yayasan Mutiara
Hati beserta segenap panitia yang telah bekerja keras demi terselenggaranya
acara ini. Semoga Allah ridhoi langkah-langkah kita semua aamiin.
Komentar
Btw lama nggak mampir ke blog Mba Arinda, ternyata manis bener tampilannya sekarang :)
Rosulullah memang tauladan dalam berbisnis, 10 dari pintu rezeki sembilannya ada di dalam perdagangan.
Semoga bisa diterapkan terus & terima kasih sudah ditulis di blog, jd bisa dibaca lbh banyak orang.
Benar sekali jika orang tua adalah teladan pertama untuk anak-anaknya, oleh karena itu orang tua harus sudah 'selesai' dulu dengan segala urusannya, tidak menimpakan obsesi pribadi pada si anak, padahal setiap anak punya keunikan masing-masing.