“Ada banyak cara kecil
untuk meluaskan dunia anak-anak. Cinta buku adalah yang terbaik dari
segalanya.” (Jacqueline Kennedy)
Saya
tidak tahu kapan awal mulanya, ketika menyadari bahwa telah jatuh cinta pada
dunia kata-kata. Huruf yang terangkai menjadi kata, lalu kata menjadi kalimat,
menjadi paragraf yang tertulis pada sebendel kertas yang disebut buku. Buku
memberi celupan warna dalam hidup saya. Ia menghibur, membisikkan rahasia,
mentransfer pengetahuan, mengajak berimajinasi, dan membuat saya berani
bermimpi.
Sejak
menikah dan hamil, saya memiliki tekad agar anak-anak saya kelak mencintai
dunia literasi. Jatuh cinta pada ilmu pengetahuan dan selalu dahaga akan ilmu. Tentu
perlu upaya berkesinambungan dalam merealisasikannya. Beberapa hal di bawah ini
adalah ikhtiar saya—dan support suami tentunya—untuk membudayakan literasi di
keluarga kami.
1. Membaca quran dan membacakan buku
sejak dalam kandungan
Membacakan
ayat suci dan buku adalah bentuk komunikasi dengan janin dalam kandungan. Semakin
sering berinteraksi dengan janin lewat sentuhan dan kata-kata lembut, semakin
baik kedekatan orangtua dengan bayi kelak. Berbagai penelitian menyatakan bahwa
janin mampu mendengar suara dari luar, dan konon yang paling merdu adalah suara
ibunya.
2. Sediakan rak buku berisi WPB (wordless picture book) yang terjangkau
tangan anak.
Buku
dominan gambar dan sedikit tulisan untuk balita, merupakan langkah awal
memberikan stimulasi pra-membaca yang menyenangkan. Apalagi jika orangtua
membacakan langsung dengan intonasi dan gestur yang memikat. Tidak hanya satu
kali, bahkan berulang kali agar ‘meresap’ di ingatan anak. Di rumah, saya
menyediakan buku-buku bergambar boardbook (buku yang keras, tidak mudah sobek
dan ujungnya tumpul). Saking seringnya dibacakan, mereka sampai hafal jalan
ceritanya. Mereka juga kreatif memanfaatkan buku-buku tersebut untuk membangun
rumah-rumahan, kolam, gedung, dan sebagainya. Ya, buku memang mainan terasyik.
Dalam
Membuat Anak Gila Membaca, Mohammad
Fauzil Adhim menyatakan bahwa kemampuan anak ‘memahami’ isi bacaan pada WPB
membuat anak menemukan keasyikan dan merasa dirinya berharga. Dari sini, anak
belajar merasakan manfaat membaca (hal.79)
Senada
dengan Fauzil Adhim, Irene F. Mongkar mengutip pendapat Glenn Doman, meyakinkan
bahwa kalau anak mampu membaca sejak kecil dan ditunjang dengan sarana membaca,
maka anak akan suka membaca di hari-hari selanjutnya. Tentu setiap orangtua
ingin memiliki anak yang suka baca, bukan sekadar bisa baca (hal. 30)
3. Mendongeng untuk anak
Hampir
setiap anak menyukai cerita yang didongengkan secara langsung. Pengalaman saya,
setiap mau tidur, anak-anak biasa ‘menodong’ sebuah dongeng, baik dari buku
atau dongeng spontan ala saya. Menjelang tidur, kondisi anak rileks dan agak
mengantuk. Saat yang tepat memasukkan nasihat, nilai moral dan kebaikan melalui
cerita.
Farida
Nur’aini dalam bukunya Ma…Dongengin Aku
Yuk! Memaparkan beberapa manfaat mendongeng yaitu:
a. Menjadikan hubungan anak dan
orangtua semakin dekat, baik secara fisik dan psikologis. Anak akan merasa
nyaman, diperhatikan, dan dicintai.
b. Dongeng sebagai sarana efektif
untuk memberikan nilai-nilai kepada anak tanpa merasa dinasihati secara
langsung.
c. Kegiatan mendongeng mencerdaskan
anak, baik secara EQ (Emotional Quotient)
atau SQ (Spiritual Quotient). EQ anak
akan bekerja dengan baik bila anak menemukan ilmu-ilmu baru dari isi dongeng,
kemudian dia akan mengaitkannya dengan pengalamannya sendiri. SQ anak juga akan
cerdas sebab saat mendongeng, maka unsur akidah tidak boleh ditinggalkan.
d. Dengan mendongeng, sang ibu juga
akan merasakan kepuasan batin karena telah memberikan waktu terbaik untuk buah
hati (hal. 10-16).
4. Ajak rekreasi literasi
Rekreasi
literasi yang saya maksud adalah mengunjungi perpustakaan, toko buku, dan
pameran buku. Di sana, anak-anak leluasa bereksplorasi. Antusiasme orangtua
akan ditiru oleh anak. Anak akan berpikir bahwa mengunjungi tempat-tempat
tersebut penting dilakukan dan memberi manfaat. Biarkan anak memilih buku
bacaannya sendiri dan berkomitmen untuk menyelesaikan aktivitas membacanya. Saat
momen istimewa seperti kenaikan kelas, ulang tahun, atau pencapaian tertentu,
buku menjadi hadiah istimewa bagi anak-anak. Tidak hanya mereka, saya pun
paling suka jika diberi hadiah buku, apalagi ditanya buku apa yang sedang ingin
dibeli :D
5. Diskusi Isi Buku
Setelah
anak selesai membaca sebuah buku, biasanya saya akan bertanya perihal isi buku.
Jika berbentuk cerita, saya meminta mereka menceritakan kembali dengan versi
mereka. Kita bisa memancing dengan mengajukan pertanyaan untuk menggali
imajinasinya. Diskusi buku mengajarkan anak untuk memecahkan masalah (problem solving). Hal itu juga membuat
anak merasa dihargai dan diapresiasi. Orangtua bisa memberi penguatan yang
masih berkaitan dengan isi buku sehingga pemahamannya semakin banyak. Dengan
diskusi ringan ini diharapkan anak benar-benar merasakan manfaat membaca buku.
6. Literacy Day
Setiap
keluarga memiliki kebiasaan masing-masing. Ada yang jalan-jalan setiap akhir
pekan. Ada yang tilawah bersama setiap setelah shalat maghrib. Ada yang punya
kebiasaan olahraga bersama sehabis subuh. Nah, suatu ketika saya melihat suami
dan ketiga anak saya tampak asyik membaca buku mereka masing-masing. Begitu
asyiknya, sampai tidak terganggu. Dari situlah tercetus sebuah ide untuk
mengagendakan hari literasi keluarga yaitu setiap habis shalat isya. Tidak
setiap hari. Bisa sepekan sekali atau dua kali sudah cukup. Terkadang bisa sering
saat anak-anak tidak ada tugas sekolah.
7. Diary ortu anak
Saat
si kakak duduk di kelas 2 SD, dia mendapat hadiah sebuah buku harian dari
tantenya. Dia sangat menyukainya. Saya motivasi untuk menulis coretan atau
catatan di buku harian itu. awalnya lumayan istiqomah. Lama kelamaan tidak
diisi.
Lantas
saya mendapatkan inspirasi dari mbak Asma Nadia, penulis best seller. Beliau punya tips agar putrinya getol menulis, yaitu
dengan memiliki buku harian berdua. Jadi, semacam buku yang menjembatani
komunikasi ibu dan anak dalam bentuk tulisan, tentu saja. Isinya seputar
curhat, tanya jawab, dan diskusi ringan. Wow! Membayangkan saja seru banget ya.
Bismillah saya sedang ikhtiar mengadopsi cara tersebut bersama si sulung.
8. Jalan-jalan lewat buku
Saat
membaca buku tentang perjalanan /traveling,
saya biasa melibatkan anak-anak. Mereka saya perlihatkan gambar berbagai musim,
makanan, menara, binatang, keajaiban dunia, pantai, gunung, dan sebagainya. Setelah
selesai sesi bercerita, saya ajak mereka membuka YouTube dan mencari hal yang
baru saja dibahas. Mereka sangat excited dan bertambahlah cita-cita mereka
yaitu tukang jalan-jalan alias traveler.
9. Menumbuhkan impian
“Jangan
jadi katak dalam tempurung!” ucap saya suatu hari kepada anak-anak. Mereka saya
pahamkan bahwa zaman semakin maju. Wawasan harus luas dan tanggap terhadap
perubahan. Salah satu upayanya yaitu membaca. Membaca apa saja.
Saat
mereka membaca buku tentang perjuangan menjadi penghafal quran, penulis cilik,
atau youtuber cilik misalnya, mereka jadi tahu bahwa setiap orang harus punya
impian. Tidak takut bercita-cita besar. Dengan impian itu, ia akan semakin
bersemangat meraihnya. Terkadang impian mereka kurang realistis, misalnya ingin
ke bintang, ingin naik roket, ingin main salju sepanjang hari, dan lain-lain
namun apapun imajinasi dan impian mereka, layak mendapat apresiasi.
10. Tetapkan jadwal Menulis
Untuk
serius menjadi seorang penulis, ya harus menulis. Tidak bisa hanya dengan
membaca dan berangan-angan, lalu tiba-tiba terbitlah cerpen. Membaca adalah
amunisi untuk menulis maka keduanya tidak bisa dipisahkan.
“Setiap
penulis punya jam kerja dan kebiasaan yang berbeda, tetapi semua harus mencari
atau menciptakan sendiri lingkungan dan kebiasaan yang akan membuatnya lebih
produktif sehingga memperbesar peluang untuk sukses.” (Annida hal. 45)
Dalam
buku Kisah Inspiratif Keluarga Penulis,
Joko Susanto menyatakan bahwa jam menulis paling efektif bagi putra putrinya
adalah setiap hari sabtu Minggu. Menulis adalah wisata gratis yang mengasyikkan
(hal.121)
Masih
menjadi PR bagi saya untuk menemukan ritme menulis saya pribadi dan anak saya. Dulu
saya membiasakan anak menulis setelah mengalami pengalaman menarik atau tidak
enak sekalipun. Sedangkan saya biasa memakai jurus ‘the power of kepepet’ untuk
menyelesaikan tulisan. (disclaimer: jangan ditiru ya) Cukup yakini 3P yaitu Preparation Perfect Performance.
Persiapan yang matang akan membuahkan hasil sempurna. Kutipan itu saya dapat
dari novel Edensor-nya Andrea Hirata.
Selain faktor
keluarga, alangkah bagus manakala masyarakat—dalam hal ini sekolah/kampus,
komunitas, dan perpustakaan—bersinergi untuk mewujudkan generasi cinta
literasi.
Di sekolah
anak saya, program cinta literasi sudah mulai digalakkan dalam berbagai program
yang sudah berjalan, antara lain:
1. Ekskul sanggar pena
Eskul
ini mewadahi anak-anak yang menyukai dunia literasi. Anak-anak belajar menulis
puisi dan surat, berbagi cerita, dan percaya diri mengirimkan karyanya ke media
massa.
2. Kartu literasi
Setiap
siswa mendapatkan selembar kartu berukuran kertas Hvs. Kartu tersebut terdapat
kolom yang berisi judul buku, nama penulis, isi buku, tanggal mulai membaca,
tanggal selesai membaca, paraf orangtua, paraf guru, dan keterangan. Jika sudah
selesai membaca sebuah buku, maka anak mengisi kartu literasi tersebut. Sebuah
ide keren untuk memotivasi anak-anak gemar membaca sebab biasanya mereka
bersaing untuk mengisinya hingga penuh.
3. Duta Literasi di setiap kelas
Tugas
utama duta literasi adalah memberi teladan dan memotivasi tentang pentingnya
membaca buku dan menulis, serta berbagi informasi tentang buku yang recommended untuk dibaca.
contoh rubrik majalah anak (www.bobokita.blogspot.com) |
4. Kompetisi menulis di media massa
Guru
mewajibkan anak-anak mengerjakan pr menulis, baik puisi, cerpen, maupun cerita
pengalaman pribadi. Karya itu kemudian dikirimkan ke media massa. Jika ada
karya yang dimuat, teman lain akan termotivasi untuk menulis dan mengirim lagi.
5. Membukukan karya anak-anak
Dalam
mapel bahasa Indonesia, ada materi tentang menulis pantun. Karya anak-anak
dikumpulkan, dinilai, lalu dicetak menjadi buku antologi oleh bu Gurunya. Buku
tersebut dijual dan banyak orangtua siswa di sekolah itu yang membelinya. Anak-anak
senang, orangtua mereka pun bangga.
6. Hadiah bagi pengunjung
perpustakaan paling sering
Apresiasi
terhadap pengunjung perpustakaan paling sering, membawa pengaruh positif bagi seluruh
pihak. Jika anak-anak rajin membaca, bapak ibu gurunya pasti lebih rajin dong
ya.
inspirasi pojok literasi (www.hipwee.com) |
7. Pojok literasi
Di
setiap sudut kelas, terdapat rak buku kecil berisi buku-buku bacaan (bukan buku
pelajaran). Lima belas menit sebelum pelajaran dimulai, anak bisa membaca buku
yang disukai. Program ini salah satunya dalam rangka mensukseskan gerakan
literasi nasional.
8. Lomba menulis
Menjamurnya
lomba menulis di kalangan anak-anak, remaja, bahkan dewasa membawa angin segar
bagi perkembangan literasi. Pihak sekolah biasanya mengirimkan siswa untuk maju
lomba menulis, baik tingkat kecamatan,
kota/kabupaten, provinsi, hingga nasional.
9. Pelatihan menulis untuk guru
Selain
memfasilitasi siswa lebih ‘ngeh’ dalam dunia literasi, pihak sekolah juga memberikan
pelatihan menulis kepada para guru.
Selain di
lingkungan keluarga dan sekolah, perpustakaan baik daerah maupun wilayah telah
menunjukkan komitmen yang kuat terhadap perkembangan literasi masyarakat.
Beberapa hal di bawah ini layak menjadi bukti:
1. Perpustakaan yang lengkap dan
nyaman
Kelengkapan
bacaan, fasilitas, dan kenyamanan membuat pengunjung menjadi betah berkunjung dan
menghabiskan waktu untuk mendapatkan ilmu dari buku-buku di perpustakaan.
2. Kegiatan masyarakat berbasis
perpustakaan
Perpustakaan
seyogyanya memberi ruang untuk berkarya dan mengembangkan skill. Oleh karena
itu diadakan berbagai pelatihan seperti menulis cerpen, bahasa inggris, bahasa
jawa, menyulam, merangkai bunga, dan masih banyak lagi. Semua program itu
dilakukan di ruang serba guna perpustakaan.
perpusling (www.radartasikmalaya.com) |
3. Perpusling menjangkau pelosok desa
Kehadiran
perpustakaan keliling yang mengangkut ratusan buku selalu dinanti warga yang
kesulitan akses untuk memperoleh bacaan. Ada keharuan manakala melihat
kegembiraan mereka saat membaca buku.
4. Partisipasi dalam bulletin
Membaca
dan menulis adalah paket lengkap. Memang tidak semua pembaca menjadi penulis,
akan tetapi seorang penulis harus menjadi pembaca. Perpustakaan memberi ruang
bagi penulis untuk memajang karyanya di buletin yang diterbitkan oleh pihak
perpustakaan sehingga geliat literasi di sebuah daerah semakin maju.
5. Perpustakaan ramah anak
Perpustakaan
identik dengan suasana tenang dan hening. Setiap pengunjung berkonsentrasi pada
buku yang sedang dibaca. Sedangkan untuk menarik minat anak akan dunia buku,
tersedia ruang khusus anak di perpustakaan. Setting-nya
dibuat khusus khas anak agar anak nyaman bereksplorasi dengan buku-buku
kesukaannya.
Bu Tirta Warung Pasinaon bersama duta baca jateng (www.suaramerdeka.com) |
6. Memaksimalkan fungsi TBM
Taman
Baca Masyarakat akan lebih optimal jika masyarakat memakmurkannya. Tidak hanya
untuk kegiatan literasi, tetapi juga kegiatan seni budaya dan lainnya.
7. Pameran buku murah
Animo
masyarakat akan adanya pameran buku murah, cukup meriah. Sebuah kesempatan
untuk membeli buku dengan harga miring. Namun pastikan bahwa buku tersebut
asli/ori. Jangan sampai tergiur harga sangat miring, tetapi dapatnya buku
bajakan.
8. Donasi buku
Masyarakat
juga bisa berpartisipasi dalam mensukseskan program-program perpustakaan dan
TBM dengan donasi buku.
kampung literasi (www.kompasiana.com) |
9. Desa literasi
Memang
sudah ada desa literasi yang menyediakan buku-buku di pojok jalan/gerbang
masuk. Namun, sepertinya masih kalah pamor dengan desa yang mengusung konsep
wisata dan kuliner. Menjadi PR bagi kita untuk tetap mengajak masyarakat mencintai
dunia literasi.
Menjamurnya
komunitas penulis membawa angin segar bagi dunia literasi tanah air. Dipelopori
oleh FLP (forum lingkar pena) yang kini merambah ke seluruh Indonesia bahkan
luar negeri, muncul komunitas-komunitas literasi dari daerah maupun kota besar.
Pertumbuhan mereka sangat cepat dan menghasilkan karya-karya baru yang segar
dan inovatif.
komunitas Penulis Ambarawa (www.awanhero.com) |
Adanya
workshop, seminar, talkshow, gathering, bedah buku yang melibatkan pihak
penulis, penerbit, dan toko buku merupakan acara seru yang penuh gizi. Acara
tersebut mengedukasi masyarakat tentang asyiknya dunia literasi dan manfaatnya
dalam kehidupan.
Dalam dunia
bisnis, inovasi dan kreativitas merupakan faktor penting untuk menarik
konsumen. Adanya kafe yang juga menyediakan buku buku gratis untuk dibaca
menjadi inspirasi bisnis yang menarik. Adapula bisnis toko buku yang dibuat
unik dengan mengambil tema shabby chic yang cantik sehingga semakin menarik
minat pengunjung. Bukankah klop dengan peribahasa ‘sambil menyelam minum air”?
talkshow kepenulisan bersama Asma Nadia |
Saya juga
terkesan akan kisah keluarga inspiratif yang menggelar buku-buku koleksinya saat
car free day. Orang-orang bisa membaca dengan gratis. Hanya dibatasi waktu
saja.
Kisah seorang
bapak yang berkeliling dengan motor bututnya dengan membawa buku-buku, juga
patut diapresiasi. Berangkat dari keprihatinan akan kurangnya akses buku
bacaan, bapak tersebut rela berkeliling dari kampung ke kampung. Anak-anak
begitu antusias dan selalu menunggu kehadiran bapak itu. Dari kepedulian dan
kerja kerasnya, beliau berhasil mendirikan TBM di tempat tinggalnya dan koleksi
buku dari donator semakin melimpah.
mading: antara tulisan, seni, dan kreativitas |
Sebagai penutup,
izinkan saya mengutip kata-kata Izzatul Jannah dalam Remaja Gila Baca.
Dalam
surat Al ‘Alaq:1-5, aktivitas membaca dikaitkan dengan nama Allah Sang
Pencipta. Makna membaca menjadi sangat besar artinya. Tidak hanya sekadar
menyimpan informasi, tetapi hingga mencapai pamahaman, terutama pemahaman akan
Allah dan seluruh aturan-Nya.
Lalu,
membaca juga dikaitkan dengan al-qalam, yang dalam sehari-hari qalamun adalah
pena. Hasil dari goresan pena adalah tulisan. Jadi, membaca berkaitan erat
dengan menulis sebagaimana dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib, “ikatlah ilmu
dengan menuliskannya” (hal.80)
Bagaimana?
Siap mencintai dunia literasi, kini dan nanti?
Buku referensi:
Dian Yasmina Fajri, dkk. Annida, Buku Sakti Menulis Fiksi. Kimus
Bina Tadzkia. 2004
Farida Nur’aini. Ma…Dongengin Aku Yuk! Afra Publishing. 2007
Irene F. Mongkar dan Irna
Permanasari. Dea, Bayi yang Belajar di
“Harvard”. Gradien. 2007
Izzatul Jannah. Remaja Gila Baca. FBA Press. 2005
Joko Susanto dan Jamilatun Heni
Marfu’ah. Kisah Inspiratif Keluarga
Penulis. Real Books. 2015
Mohammad Fauzil Adhim. Membuat Anak Gila Membaca. Pro-U Media.
2015
*tulisan ini diikutkan dalam lomba blog pendidikan keluarga dengan tema 'Peran Keluarga dan Masyarakat Dalam Membudayakan Literasi'
Komentar