Judul
Buku :
Orang-Orang Biasa
Penulis :
Andrea Hirata
Penerbit :
Bentang Pustaka
Cetakan :
Pertama, Februari 2019
Jumlah
Halaman : 300 hal
ISBN :
978-602-291-524-9
Kisah
Tentang Kriminalitas yang Unik dan Misterius
Di dalam suatu daerah tempat manusia
hidup dan berbaur satu sama lain, konflik tak terelakkan. Perbedaan status
sosial yang mencolok, keserakahan, modus balas dendam, bahkan terpaksaan
membuat orang berpotensi untuk bersentuhan dengan kriminalitas. Adanya
kesempatan, membuat orang serta merta menghalalkan segala cara demi tercapainya
tujuan.
Dari dulu, hampir tidak ada catatan
tindak kejahatan di kampung Belantik. Warga damai, aman, bahagia, meski jauh
dari sejahtera. Perselisihan tak bertahan lama, sebab mereka menyelesaikan
dengan kekeluargaan. Namun, selalu ada celah bagi kejahatan untuk menunjukkan
taringnya.
Sepuluh sekawan, para penghuni bangku belakang, merupakan
gambaran nyata kaum marginal yang tertindas. Salud, Sobri, Honorun, Tohirin,
Rusip, Handai, Dinah, Nihe, Junilah, dan Debut. Sejak zaman sekolah hingga
beranak pinak, nasib mereka tak jua berubah. Tetap berada dalam tekanan ekonomi
dan kedunguan abadi. Sang pembuli, Trio Bastardin dan Duo Boron yang berjiwa
jahat sejak dulu, semakin berjaya ketika dewasa dengan bisnis cuci uangnya.
Mereka adalah perampok yang sesungguhnya.
Aini, anak sulung Dinah yang gigih dan cerdas itu,
diterima di fakultas kedokteran. Impian besar gadis itu adalah menjadi dokter
ahli. Sayang, ibunya adalah janda miskin dengan banyak anak tanggungan. Mereka
terbentur oleh persoalan klasik: biaya. Sebuah ironi, kecerdasan yang
terbengkalai karena kemiskinan.
Debut, salah seorang yang paling pintar dari sepuluh
sekawan, mengumpulkan kawan-kawan lama itu serta mencetuskan ide gila untuk
merampok bank. Setelah puluhan kali rapat, para perampok amatir itu menjalankan
rencananya merampok bank. Di balik skenario besutan Debut, sasaran perampokan dialihkan
ke toko perhiasan.
Pada saat yang sama, Kwartet Mul yang malang melintang
dalam dunia perampokan di luar daerah, pulang kampung. Dari desas desus yang
beredar, mereka disinyalir akan beraksi di kampung sendiri. Sasaran mereka
adalah koperasi.
Saat tiga peristiwa perampokan
terjadi, warga kampung sedang terbuai dalam kemeriahan pawai tujuh belas Agustus.
Mereka terbius oleh pesona koreografi tarian seribu topeng. Sepuluh sekawan
yang berkostum topeng monyet berhasil menilap tas-tas berisi miliaran, dan
langsung bergabung dengan koreografi sebagai bentuk penyelamatan diri.
Inspektur Abdul Rojali dan sersannya
dibuat runyam oleh tiga kasus perampokan yang terjadi. Kwartet Mul sukses
dibekuk, sedangkan perampok bank dan toko perhiasan masih menjadi misteri. Di
akhir kisah, Dinah tetap tak mau menyekolahkan Aini dengan uang haram. (hal.
224)
Novel bertema kriminalitas ini digarap
dengan apik dan cerdas. Intrik dan ketegangan berpadu dengan humor khas yang
orisinil. Novel ini juga anti mainstream sebab semua tokohnya adalah tokoh
utama yang sebagian besar telah melek teknologi.
…hujan membasuh hati penduduk kota
yang telah lupa cara berbuat jahat. (hal.262)
Komentar