Judul : Guru Aini
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang Pustaka
Cetakan : pertama, Februari 2020
Jumlah
hal : 336 halaman
ISBN : 978-602-291-686-4
sumber: www.mizanstore.com |
Gadis lulusan terbaik itu bernama
Desi. Jelita, jangkung, dan cerdas bukan buatan meski berkemauan kuat dan
berkepala batu. Orangtuanya juragan terpandang. Dengan berbagai anugerah itu,
Desi bisa menjadi apapun yang dia inginkan. Namun tak dinyana, di usianya yang
baru 18 tahun, dia sudah mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Desi ingin
mengabdi di pelosok desa sebagai guru matematika sebab negeri ini kekurangan
guru matematika. Desi tak sedikitpun tergiur oleh karir-karir menjanjikan di
luar sana. Menjadi guru adalah panggilan jiwa.
Sang ayah memberikan hadiah sepasang
sepatu olahraga untuk Desi untuk menggapai cita-citanya. Sepatu istimewa
berwarna putih bergaris merah yang menemani perjalanan heroik Desi menuju
Tanjong Hampar, hingga bertahun-tahun lamanya mengajar matematika. Sepatu itu
terus dipakai dalam segala momen. takkan diganti sebelum guru Desi menemukan siswa
cemerlang dalam bidang matematika. Sayangnya, harapan guru Desi utopia semata
sebab siswa itu mengkhianati guru Desi, matematika, dan dirinya sendiri.
Menjadi guru matematika tak seindah
yang dibayangkan. Tertekan hati guru Desi lantaran tak tahu lagi cara
mentransfer konsep matematika ke dalam otak anak-anak didiknya. Anak-anak yang
sebagian besar terlanjur memandang matematika sama menakutkannya dengan hantu. Mengajarimu matematika macam mengajari ayam
mengeong! (hal. 170)
Memeram kecewa, kemarahan, dan nyaris putus asa yang
bertumpuk-tumpuk selama bertahun-tahun,
guru Desi menjadi sensitif dan temperamental. Sesekali dia menelepon ayahnya
dan mengeluhkan betapa sulitnya menjadi guru matematika. Sedang di sisi lain, semua
orang mengenal guru Desi sebagai sosok idealis, unik, kharismatik, fenomenal,
cantik, dan cerdas tiada banding. Galak tapi mengundang penasaran. Tegas menjunjung
tinggi kejujuran.
Satu diantara sekian banyak siswa yang bebal
matematika itu adalah Aini. Lantaran ayahnya jatuh sakit, dunianya tak lagi
sama. Sakit ayahnya yang konon hanya bisa disembuhkan oleh ilmu kedokteran
modern, membuat Aini membulatkan tekad. Aini harus menjadi dokter demi ayahnya.
Dan untuk menjadi dokter, dia harus pintar matematika, sebab kata gurunya
matematika adalah ibu dari ilmu kimia, fisika, bahkan kedokteran. Aini bertekad
belajar matematika langsung dari guru Desi meski dia harus mengambil resiko
besar. Guru Desi menegaskan betapa berharganya ilmu dan memberikan cara pandang
yang luas tentang segala aspek kehidupan. Aini rela tersuruk-suruk belajar,
jatuh bangun, menangis, bersimbah keringat, dan babak belur selama proses
belajar. Ketakutan yang menelikung Aini selama ini perlahan terkikis. Matematika, kawan, bukan untuk para penakut!
(hal 293)
Novel Guru
Aini merupakan prekuel dari novel Orang-Orang
Biasa. Dalam dwilogi ini, Andrea masih setia membidik tema pendidikan
dengan cara bertutur yang orisinil, khas, dan menyentuh hati. Orisinil karena
mengambil tokoh, karakter, dan setting yang kental akan lokalitas dan budayanya.
Khas dengan mengangkat kehidupan kaum marginal, menggunakan dialek setempat
serta humor yang pas takarannya. Diksi dan kutipan indah penuh makna,
bertaburan di setiap halamannya. Perumpamaan yang dipakai sebagai metafora, tak
ayal begitu aneh, tak biasa, sekaligus menggelikan.
Serupa judul novel ini, Andrea hendak mendedikasikan
ungkapan cinta, apresiasi, dan terima kasih setinggi-tingginya kepada profesi
guru dimanapun berada. Guru yang mulia, tulus, dan ikhlas dalam dedikasi, bahwa
siapapun berhak mendapatkan pendidikan. Seperti
anak dan ibu, guru dan murid akan selalu menjadi guru dan murid, meski guru itu
tak lagi mengajarnya. (hal. 234)
Meskipun novel ini menyajikan fakta bahwa mata
pelajaran matematika adalah momok yang ditakuti oleh sebagian besar siswa, pesan
yang ingin disampaikan dalam novel ini begitu universal. Siapa saja bisa mengambil
inspirasi dan motivasi dari kisah itu. Adanya sinergi antara cita-cita,
keberanian, dan idealisme menyalakan kobar semangat yang tak habis-habis sebab
ada tujuan mulia yang hendak dicapai. Seperti kehidupan ini, manusia berharga
karena memberi arti bagi sesama.
Komentar