Bismillah. Assalamu’alaikum kawan,
Tanggal 14 Februari 2020 merupakan momen penting
bagi komunitas Penulis Ambarawa (penarawa). Sebuah catatan sejarah bagi
komunitas menulis di Ambarawa yang kembali berkarya setelah sempat vakum
beberapa lama. Gedung perpusda Ambarawa yang telah direnovasi apik menjadi
saksi bisu bagi kebangkitan Penarawa. Tujuh tahun, bukanlah waktu yang sebentar
untuk membangun sebuh komunitas penulis yang solid. Suka duka, jatuh bangun, dan
kisah-kisah dibalik layar perjalanan Penarawa, mengabadi dalam kenangan. Resmi
berdiri tanggal 4 Januari 2013, Penarawa telah melalui berbagai macam agenda
sebut saja kopdar, bedah karya, projek antologi, peluncuran buku, kemah sastra,
perang puisi, menyelenggarakan talkshow, dll sebagai bukti kesungguhan dalam memakmurkan
dunia literasi di Ambarawa khususnya.
Dalam perjalanannya, Penarawa telah menelurkan 4
karya berupa buku antologi yaitu Ambarawa
di Ujung Pena (Griya Pustaka, 2013), Ambarawa
Mekar Sekuntum Kenangan (Hasfa Publishing, 2014), Ambarawa Seribu Wajah (Hasfa Publishing, 2016), dan Meretas Batas Dunia Kertas (Diandra Kreatif, 2020).
cheese!!! |
Buku Meretas
Batas Dunia Kertas ditulis oleh 18 orang kontributor dari berbagai latar
belakang. Ada guru, pustakawan, karyawan, blogger,
youtuber, dosen, dan ibu rumah tangga. Tulisan mereka memberi celupan warna
yang beragam. Indah serupa bianglala. Tuturan kisah itu bermuara dari satu tema
yaitu melawan keterbatasan. Keterbatasan yang justru memantik untuk teguh
berjuang, terus konsisten, melakukan hal terbaik dalam kehidupan.
para kontributor, beberapa berhalangan hadir |
Acara tasyakuran dan peluncuran buku ini dihadiri
oleh para tamu undangan yaitu perwakilan dari Komunitas Guru Menulis, Komunitas
Perempuan Berkebaya, Teater Seribu Wajah, Keluarga Literasi Ungaran (Kelingan), Komunitas Ambarawa, Anak-anak kelas menulis, Pak Bambang Iss dari Semarang, Pak Bambang Eka dari
Magelang, Mas Agus Surawan (mantan ketua Penarawa pertama), dan masih banyak
lagi.
Sambutan oleh Ketua Penarawa, Bu Budiyanti |
Acara berlangsung serius tapi santai, hangat, dan
akrab. Bu Maria Utami selaku MC memandu acara. Dibuka dengan doa bersama,
kemudian menyanyikan lagu Indonesia Raya yang dipimpin oleh Bu Umi Basiroh.
Setelah itu dilanjutkan dengan sambutan dari Bu Budiyanti selaku ketua
Penarawa. Beliau mengisahkan sekilas tentang perjalanan penarawa dari berdiri
hingga saat ini masih eksis. Slide show
ditampilkan. Wajah-wajah silih berganti. Ada yang datang, ada yang pergi. Ada
wajah-wajah lama, adapula wajah-wajah baru. Rasa haru menyergapku. Aku termasuk
bagian dari wajah-wajah lama Penarawa, yang ikut kopdar perdana dengan membawa
seorang bayi laki-laki. Kini bayi itu sudah tujuh tahun usianya, kelas satu
SD—Syamil namanya. Dia selalu mengingatkanku pada penarawa. Penarawa yang
mengasuh dan membesarkanku dalam dunia literasi. Penarawa menempati ruang
istimewa di hati.
Sesi berikutnya adalah sambutan dari Perpusda
Ambarawa yang diwakili oleh Mas Bambang. Beliau menyatakan dukungan dan
apresiasi terhadap segala kegiatan Penarawa, bahkan sedang memperjuangkan
adanya ruangan khusus di perpustakaan yang memuat karya-karya penulis lokal.
Semoga bisa terealisasi.
Acara dilanjutkan dengan pemotongan tumpeng oleh bu
Budiyanti lalu diberikan kepada Mas Kris dari perpusda. Sebuah simbol sinergi
yang kontinyu antara Penarawa dan perpusda.
Tiga anak dari kelas menulis yang diampu Bu Budiyanti,
tampil maju membawakan puisi. Tak dinyana, puisi yang mereka bawakan adalah puisi
karyaku yang berjudul Renungan 11 November (Ada dalam antologi puisi Ambarawa Seribu Wajah).
Ambarawaku
terantuk-antuk bisu
Mengerat
sepotong fragmen deja-vu rindu
Pada kabut
mengambang menyisa dingin
Gelap memantik titik-titik
cahaya dalam keremangan
Kusam, kota
kecilku yang belum bangun
Aku dibuat ternganga dengan penampilan mereka.
Mereka membawakan puisi dengan totalitas dan penuh penjiwaan. Hatiku bergetar.
trio Baca Puisi yang menggetarkan |
Purna pembacaan puisi, acara bincang literasi
dimulai. Bu Tirta Nursari memimpin diskusi bersama lima editor yang meng-handle naskah-naskah buku MBDK. Mereka
adalah Bu Tirta sendiri, Bu Budiyanti, Mbak Wahyu Widyaningrum, Bu Widyastuti,
dan Arinda Shafa. Satu per satu membeberkan cerita di balik layar terbitnya
buku MBDK beserta keseruan dan suka dukanya. Bahwa sebuah buku yang kita timang
tersebut melalui perjalanan panjang untuk berwujud menjadi buku. Perlu
kesabaran, ketelatenan, dan proses untuk sampai di tangan para pembacanya. Oleh
karena itu hargailah buku. Katakan ‘tidak’ untuk membeli buku bajakan. Katakan
tidak untuk plagiat tulisan. Biasakan membagi tulisan dengan menyertakan nama
penulisnya. Sebab kawan, menulis adalah pekerjaan intelektual yang membuat otak
bekerja keras hingga perut cepat lapar. Hihi *ini pengalaman pribadi.
'dapur umum' yang sibuk |
Well,
tak terasa waktu seakan berlari. Sebelum acara bagi-bagi doorprize dan
kenang-kenangan, kita dengar dulu story
telling dari dua adik berkebaya yang membawakan kisah tentang Legenda Rawa
Pening. Runtut dan sangat menghayati. Lanjutkan dik!
pemberian kenang-kenangan untuk Ketua Penarawa Perdana, Mas Agus |
Setelah pembagian kenang-kenangan dan sambutan oleh
Pak Bambang Iss, pak Bambang Eka, dan Mas Agus Surawan, acara dilanjut makan
tumpeng bersama. Sederhana, bersajaha, tapi nikmat karena kebersamaan.
Apresiasi berupa buku diberikan kepada Bu Umi Basiroh, Bu Budiyanti, dan Bu
Maria Utami sebagai anggota yang paling rajin setor tulisan harian. wow! Sangat
memacu anggota lain untuk terus menulis, apapun keterbatasannya.
foto bersama usai acara |
Pamungkasnya acara ditutup dengan doa. Dan tak lupa
foto bersama.
Kami senang karena ada bazar buku yang men-display buku-buku penulis karya para
anggota penarawa. Lumayan banyak juga yang nglarisin. 4 buku La Tahzan for
‘Kontraktors’ sold out. Hehe.
Alhamdulillah rangkaian acara berlangung dengan
lancar hingga paripurna. Terima kasih kepada Perpusda Ambarawa yang
memfasilitasi tempat, teman-teman Penarawa, para donatur, dan semua pihak yang telah
mensukseskan acara ini.
Bersastra, kita bahagia.
Rumah
Cahaya, 17 Februari 2020
Komentar
Alhamdulillah saya juga senang sekali bisa menjadi bagian dari Penarawa ini dan bergabung dengan penulis senior macam Mbak Arinda . Semoga semangat Mbak Arinda bisa tertular juga yaaaaa
Hihi senior dalam segi waktu. Tapi progress nulis masih harus digenjot đ