Assalamu’alaikum dear parents,
Alhamdulillah hari ini, Jumat 18 Juni 2021, saya berkesempatan menimba ilmu
dalam acara Sekolah Orangtua (SOT) virtual
via zoom meeting. Tema yang diangkat
pada SOT kali ini sangat relate dengan kondisi saat ini dimana banyak orangtua,
anak, bahkan bapak ibu guru pun dilanda kejenuhan. Jenuh karena school from home, zoom fatigue,
aktivitas yang monoton, inginnya main ponsel, bawaannya enggak semangat, pengen
jalan-jalan tapi nggak berani, kangen sekolah, dan beberapa keadaan lain yang
membuat kita dan anak tidak nyaman (bahkan rentan emosi dan stress). Mengkondisikan
anak agar mereka tetap on the right track
dalam belajar adalah tantangan orangtua setiap harinya. Namun, setiap masalah insyaa Allah ada solusinya, bukan?
Menurut ibu
Ergin Indera Laksana, S.Psi, Psikolog sebagai narasumber acara pagi ini,
kejenuhan belajar anak dapat diatasi dengan seni dan sentuhan kreativitas. Ada
langkah-langkah yang bisa ditempuh sebagai ikhtiar agar anak dan orangtua
kembali rileks, bersemangat dan bergembira. Langkah-langkah tersebut adalah:
1. Membangun komunikasi efektif dengan
anak
Ada lima pilar yaitu:
a. Selesaikan emosi/ konflik diri
Komunikasi efektif merupakan hubungan
timbal balik dengan bahasa yang jelas dan mudah diterima sehingga tujuan
komunikasi bisa tercapai. Begitu pula komunikasi antara orangtua dengan anak.
Idealnya kita bisa berkomunikasi dalam keadaan netral. Tidak ‘terkontaminasi’
dengan emosi negatif seperti marah, lelah, kesal, penat, dll. Jika emosi
negatif sedang menguasai diri, ‘menyingkirlah’ sejenak untuk menetralkan emosi
negatif tersebut sehingga bisa berkomunikasi dengan anak secara efektif. Lantas
bagaimana caranya?
Sebagai stimulasi, Ibu Ergin mengajak
audiens untuk membayangkan situasi ketika emosi negatif melanda (marah, kesal,
sedih). Setelah itu audiens diminta untuk berdiri, mengangkat kedua tangan ke
atas, sambil tersenyum atau tertawa. Pada awalnya kita merasakan
ketidaknyamanan, lalu perlahan-lahan akan timbul rasa lebih nyaman. Cara tersebut
(bergerak/ mengubah posisi sambil tersenyum) merupakan upaya untuk memutus
emosi negatif. Seperti yang kita tahu, emosi datangnya sesaat namun membuat
rasio dikendalikan oleh emosi tersebut. Setelah emosi itu hilang, capkali
penyesalan yang selalu datang belakangan.
Tersenyum atau tertawa akan
mengaktifkan hormon bahagia yaitu si duo serotonin dan endorfin. Tersenyum juga
menangkal hormon kortisol penyebab stress dan cemas.
Ternyata membuang emosi negatif
dengan bergerak sudah dicontohkan ribuan tahun lalu oleh Rasulullah dalam
sebuah hadis yaitu ketika salah seorang di antara kalian marah ketika ia
berdiri, hendaklah ia duduk. Kalau belum reda juga, maka berbaring.
Eh, saya jadi ingat akan buku tentang
mindfulness (berkesadaran pikiran) yang
pernah saya baca. Stimulasi di atas termasuk salah satu praktik mindfulness yang membantu mengembangkan
kecerdasan emosional, menambah kebahagiaan, dan mengurangi kecemasan, dan
membantu diri untuk fokus, belajar, dan membuat keputusan dengan lebih baik. Semoga.
b. Fokus pada tujuan
Fokus kepada tujuan yang hendak dicapai. Tidak melebar
kemana-mana.
c. Bangun kedekatan
Jika sudah terbangun kedekatan
hubungan antara orangtua dan anak, orangtua akan mudah untuk mengkomunikasikan
segala sesuatu kepada anak. Anak pun akan mudah menerima dan terbuka terhadap
masalah atau kendala yang dihadapi, kepada orangtua.
d. Ketajaman indera
Orangtua hendaknya peka terhadap
kondisi anak, baik secara fisik, psikologis dan ruhiyah sehingga jika muncul
perubahan, akan peka juga untuk mencari jalan keluar bersama.
e. Fleksibel dalam tindakan.
Yang dimaksud fleksibel di sini bukan
berarti mengubah fokus/ tujuan. Akan tetapi mengubah cara alias tidak saklek
harus menggunakan cara A, misalnya. Jika cara A gagal, bisa gunakan cara B,
atau cara C.
2. Membangkitkan semangat anak
Tidak perlu menunggu mood baik atau badan tidak lelah atau
tanggal muda untuk menjadi semangat. Semangat bisa dibangkitkan. Jangan terpaku
pada mindset yang menghambat dan
melemahkan, atau percaya dengan kepercayaan yang membatasi diri seperti ungkapan
‘ini memang watakku. Udah bawaan lahir. Susah untuk diubah’ atau ‘kalau udah
sore gini, aku udah kehabisan tenaga, udah lelah, udah nggak semangat lagi’.
Ungkapan seperti itu malah semakin melemahkan kita. Sementara kita harus
memotivasi anak agar semangatnya tumbuh. Jadi, orangtuanya harus semangat juga
karena anak cenderung meniru orangtuanya. Sugesti dengan kalimat-kalimat
positif agar hasilnya positif.
Ibu Ergin kembali mengajak para
audiens untuk melakukan stimulasi. Pertama-tama, posisikan diri dalam keadaan
nyaman, tersenyum, lalu mengingat-ingat pengalaman membahagiakan yang pernah
kita rasakan, visualisasikan seakan itu terjadi lagi. Konsentrasi, kemudian
kumpulkan perasaan bahagia dan positif itu ke tangan, lalu usapkan ke badan. Setelah
selesai, tarik napas panjang, dan hembuskan perlahan. Wahh! Suasana hati
menjadi lebih baik dan mudah untuk kembali bersemangat. Silakan mencoba.
3. Ciptakan alternatif kegiatan yang
bervariasi
a. Variasi permainan berdasarkan sensori
(indera)
Emosi itu sangat menular. Jika ortu
bersemangat, gelombang semangat akan ditangkap oleh anak. Sebaliknya, jika ortu
jenuh, gelombang jenuh juga akan ditangkap oleh anak. Jadi kebayang kalau
seorang ayah/ ibu sedang dalam kendali emosi negatif, pasti suasana rumah jadi
nggak enak, nggak nyaman, anak semakin rewel, dll. Lebih menyedihkan lagi
rahmat tidak akan turun di rumah itu. Hikss.
Ibu Ergin juga memberikan paparan
berupa konsep dasar proses belajar yang didalamnya terdapat tiga tahap.
Tahap pertama (akar) yang terdiri
dari 7 sistem sensori yaitu taktil (peraba), vestibular (keseimbangan),
propioseptif (gerak antar sendi), olfaktori (penciuman), visual (penglihatan),
auditori (pendengaran), dan pengecapan. Ketujuh sistem sensori tersebut matang
di usia 7 tahun yang ditandai dengan kemauan mengumpulkan dan memproses
informasi. Selain itu anak lebih matang dalam perilaku termasuk juga sisi
kognitif dan emosionalnya. Itu mengapa, usia ideal anak masuk bangku Sekolah
Dasar adalah 7 tahun.
Tahap kedua (batang) terdiri dari
audio-visual-kinestetic processing (discrimination, figure ground, closure,
memory, sequencing, memory sequencing, spatial, motor planning). Agaknya perlu
seminar tersendiri untuk memahami lebih detil tentang materi ini. Hehe.
Tahap ketiga (mahkota) terdiri dari 3
yaitu kognisi, emosi, dan perilaku.
Kejenuhan masuk ke dalam ranah emosi
sehingga perlu ditelusuri akar masalahnya. Sebagai contoh ada seorang anak yang
‘alergi’ dengan mapel matematika. Matematika mengandung simbol/ angka yang
masuk ke ranah visual. Ternyata sang anak termasuk anak dengan energy berlebih
(anak kinestetik yang suka bergerak) dan matematika membuatnya jenuh. Dari
kasus tersebut bisa dicari alternatif solusinya seperti learning by doing seperti memasak bersama, berbelanja, dll.
*Variasi permainan yang terarah bisa
dilakukan, sebagai contoh auditory games (menyimak, mendengar musik, dll), aktivitas
visual motor (lempar tangkap bola, senam dengan mengikuti instruksi, dll),
jalan pagi selama 10-15 menit setiap hari, dll.
*Break-therapeutic activities.
Kegiatan ini untuk menstimulasi
fine-motor skill, yaitu dengan bermain play dough, memindahkan manik-manik
dengan pinset, dll.
*Circle time-break
Contoh bermain ular tangga raksasa.
*K.B.M pelajaran matematika
Contoh libatkan anak di dapur saat
dalam aktivitas membuat kue. Anak belajar banyak hal. Mulai dari mempersiapkan
alat dan bahan; membaui aroma tepung, margarin, fermipan, dll; mencicipi rasa
gula, tepung, vanili, dll; belajar keterampilan memecahkan telur, menimbang,
mengaduk. Banyak sekali manfaatnya ya.
*kegiatan rumah sebagai stimulasi
sensori
Contohnya menyapu, mencuci piring,
mengepel, menyiram tanaman, dll.
4. Menjaga konsistensi
Nah, tiba akhirnya di poin penentu. Setelah poin 1, 2,
dan 3 dilakukan, poin keempat ini ibarat gongnya. Tanpa konsistensi alias
keistiqomahan, upaya yang dilakukan bisa ambyar. Hehe.
Lalu,
apa saja langkah yang harus ditempuh agar konsisten.
a. Memberi pujian efektif, yang fokus
pada perilaku, bukan fisik anak.
b. Berikan kritik dan saran yang
membangun, bukan menjatuhkan. Ucapkan ata-kata positif dan tidak mencela.
c. Berikan reward. Tidak harus berupa
barang/materi. Bisa pelukan/ ciuman.
d. Point chart, misalnya memberikan
poin/ bintang sebagai bentuk apresiasi untuk anak.
Alhamdulillah
selama kurang lebih 2 jam, kami mendapatkan insight, inspirasi, motivasi luar
biasa dari ibu Ergin. Semoga kita menjadi orangtua yang tak jenuh belajar dan
terus berproses menjadi orangtua yang lebih baik. aamiin.
Terima kasih banyak atas
sharing ilmunya, Ibu Ergin. Semoga Allah limpahkan banyak kebaikan untuk
beliau. Aamiin.
Assalamu’alaikum wr wb
Komentar