Sebuah keputusan
“Uda, gimana?”
Malam itu, malam
yang pengap di bulan April 2012, di antara suara tok tok pedagang nasi goreng
keliling, ditingkah suara geberan motor anak remaja yang memekakkan telinga,
aku menunggu dalam diam. Diam dalam ombang-ambing rasa yang entah. Deg-degan
mendominasi. Tapi sudah kuenyahkan rasa gundah, galau, sedih, dan semacamnya,
jauh-jauh dari hati. Aku lebih siap, bahkan jauh lebih siap atas apapun
keputusan suami. Beliau pemimpinku, dan insyaa
Allah aku ingin taat padanya, dalam hal kebaikan.
Satu menit,
dua menit. Krik… krikk…
Ah, bukan
tanpa alasan kuselipkan pertanyaan itu di antara pillow talk kami, ketika situasi mendukung dan ketika si kakak
sudah lelap.
“Resign. Siapkah?” tanyanya mantap,
tatapannya langsung menangkap detil mimik mukaku yang baginya terkadang ajaib
dan tak terduga.
Sudah kuduga
sebelumnya. Belum genap tiga tahun usia pernikahan kami, aku sudah lumayan
terlatih membaca ekspesi wajahnya. Kali ini, serius. Ya, sejak dua minggu lalu
janin super mungil perlahan tumbuh di rahimku dan si kakak belum genap 2 tahun.
Kehidupan selalu
menawarkan pilihan-pilihan, dan kita harus bijak memilih, bukan?
Akhirnya,
perbincangan kami menemukan mufakat. Dengan bismillah
dan ridha, aku resign dari profesiku
sebagai guru.
How’s next?
“Kalau
begitu, Uda izinin aku menulis?” tanyaku memastikan. Saat mengajukan pertanyaan
itu aku 100% sadar dengan apa yang kutanyakan.
“Tentu.
Jika itu pilihan ummi dan ummi bahagia menjalaninya,” jawabnya bijak.
Anganku
mengembara ke masa seragam putih merah, dimana aku doyan pinjam buku bacaan di
perpus sekolah. Belum genap tiga hari, sudah mengembalikan buku dan pinjam buku
baru. Fasilitas dari ayahku adalah majalah Bobo, Donald Bebek, dan majalah Aku
Anak Saleh. Selain itu korespondensi menjadi hobi. Kirim surat ke penyanyi
cilik (zaman itu budaya yang ngehits) juga punya sahabat pena.
Lantas, saat
SMP gayanya sok-sokan nulis buku harian pakai bahasa Inggris berbekal kamus
Hasan Shadily. Buku diary-nya pakai
gembok yang ternyata abal-abal soalnya bisa dibuka pakai kunci apa aja yang
bentuknya mirip. Aduh ada nggak sih yang se-frekuensi dengan kegokilanku dulu?
Haha.
Masa putih
abu-abu, buku harianku tambah banyak. Enam atau tujuh buah dengan halaman yang
tebal. Segala macam kejadian, konflik sama teman, dikejar secret admirer *kibasponi, curhatan teman, isi surat kaleng, kesel
sama guru, campur aduk di situ. Saat masuk jurusan bahasa, aku mulai gila
membaca buku-buku sastra, juga mencoba peruntungan mengirim tulisan ke media
masa, meski nggak satupun dimuat. Syedih! yang bikin LOL adalah saat membaca
ulang diary SMP. Grammar-nya kacau balau, tenses
asal-asalan, bahkan aku curiga kalau saat itu belum ngerti apa itu verb, noun, adjective, single, dan plural. Aku pura-pura lupa kalau penulis
diary semrawut itu aku sendiri. Wkwk.
Anehnya aku
diterima kuliah di jurusan bahasa inggris lewat SPMB. Ajaib ya. Lebih ajaib lagi,
aku semakin suka membaca buku-buku. Aku menabung seribu demi seribu, rela nahan
jajan dan irit beli pulsa (zaman kuliah dulu belum kenal sama Mas
Kuota—ketahuan deh angkatan berapa wkwkw)—demi bisa beli buku setiap minggu. Sering
nulis meski tidak dipublikasi alias masih setia mengisi diary. Saking nge-fans nya sama buku harian, sampai-sampai
skripsiku mengambil topik ‘Diary Writing’
*mentok ide. Namun, sungguh kuakui bahwa menulis menjadi terapi hati paling
ampuh ketika mulut sedang tidak ingin bicara. Menulis menjadikan hati lebih
lapang dan bahagia. Akupun menjadi psikolog dadakan yang menampung berupa-rupa kisah
dari banyak teman. Bukankah itu adalah ‘modal awal’ untuk menjadi penulis?
“Tapi,
sejak kerja dan nikah, udah jarang sekali nulis, Da. Terakhir kali nulis, ya
skripsi.” Kami nyengir berjamaah.
“Ya nggak ada salahnya dicoba kan? Semangat!” Caranya mengucapkan semangat mengingatkanku pada peserta Benteng Takeshi yang mau masuk labirin segi enam. Ini generasi Y kena roaming. Hehe.
Let’st Start Over
Alhamdulillah, tahun itu sudah punya akun
Facebook. Dari sana, banyak info lomba menulis cerpen dan puisi yang diadakan oleh
penerbit indie. Aku mencoba ikut. Bermodal komputer jadul dengan RAM 125 MB,
disambi momong kakak batita, ditambah drama hamil muda, aku menulis lagi. Me-refresh otak lagi, melemaskan
jari-jemari lagi, belajar lagi, dan membiasakan diri duduk di depan layar kotak
saat masih menjadi mahasiswi dan saat bekerja dulu. Tak disangka, lomba yang
pertama kali kuikuti sekaligus cerpen pertama yang kupublikasikan, menjadi runner up, dan diterbitkan menjadi bunga
rampai (antologi).
Rasanya masih seperti mimpi, saat itu. Bisa jadi aku punya bakat terpendam, yang saking dalam terpendamnya, jadi sulit digali. Tapi setidaknya, pencapaian kecil itu membuatku lebih pede dan bersemangat. Hingga si baby lahir pun, aku tetap bisa menulis coretan di atas kertas atau di ponsel. Kalau anak-anak tidur, aku baru menyalakan komputer dan mulai berenang di samudera kata-kata. Aku merasa lebih beruntung sebab punya komputer. Meski LSSSLS (loading sungguh super sangat lama sekali) hanya demi membuka ms.word, aku tetap bersyukur. Penulis lain ada yang tiap ngetik harus ke rental dulu. Hebat bet perjuangannya.
Semakin Bersemangat!
Tahun
berikutnya, sebuah komunitas penulis, lahir di kota kelahiranku: Ambarawa. Komunitas
itu bernama Penulis Ambarawa. Di sini, kami semua pemula. Tidak ada senioritas.
Kami menjadi teman sharing dan mentor
satu sama lain, saling berbagi pengalaman dan informasi, dengan tekad untuk bertumbuh
bersama. Dunia literasi ini membuatku candu. Kopdaran rutin, pelatihan menulis,
musikalisasi puisi, temu tokoh, kemah literasi, bincang sastra, bedah buku, peluncuran
buku antologi, mengadakan lomba, belajar nge-blog, dan masih banyak lagi. Aku
bahagia meski bolak-balik Semarang-Ambarawa beberapa kali dalam sebulan, meski rempong
membawa duo batita.
Di
blog yang kubuat sekitar
bulan Desember 2013 (saat itu masih pakai blogspot), aku menuliskan di header blog:
Arinda Shafa, momwriter wannabe (singkatan
dari want to be) yang berarti ‘ingin
jadi ibu dan penulis’ namun ternyata setelah browsing, kata ‘wannabe’
means ‘someone who whishes to be or do something but lacks the qualifications
or talent, an overeager amateur; an aspirant (wiktionary.org). Hadeh, auto tepok jidat. Malu ey, secara
lulusan bahasa Inggris gituh. Yah, sebenarnya sedikit ada benarnya juga sih.
Untuk menjadi penulis kan juga berawal dari amatir juga. Hehe. Jadi gimana
dong? biar konotasi (dan auranya ceileh) jadi positif, makanya diganti ‘trying to be’. Trying to be a professional momwriter. Aamiin ya Allah.
“Melakukan kesalahan membuatmu belajar. Jadi, jika kamu ingin belajar sepanjang hayat, maka masih banyak kesalahan-kesalahan lain yang antre untuk dicoba.”—Arinda Shafa
Eh, Astaghfirullah, quote macam apa itu. Maafkan aku sedang
khilaf. Oke quote-nya kuganti deh biar nggak diprotes netijen. Nah, ini quote
yang beneran.
“Orang
yang tidak pernah berbuat kesalahan biasanya adalah orang yang tidak pernah
berbuat sesuatu.”—W C Magee
Say Goodbye pada Komputer
Akhirnya
setelah kuajak kerja rodi plus kerja romusha selama tiga tahun, tiba saatnya si
kompi pensiun. Terima kasih, telah menemani perjuanganku sejak kuliah. Hikss.
Sebagai gantinya, adekku berbaik hati minjemin laptopnya. Karena baterainya
udah nggak berfungsi, akhirnya harus mengetik dalam kondisi nancep di colokan.
Kebayang rasanya kalau mendadak mati listrik dan belum disimpan ketikannya. Kabar
baiknya, aku malah lebih giat nulisnya. Kirim-kirim ke media, ngeblog, nulis,
dan bikin powerpoint untuk mengisi kelas menulis. Sebenarnya aku termasuk
penulis yang belum menemukan karakter. Punya blog gado-gado banget isinya,
kayak review tempat wisata, buku, dan film; sharing
seminar parenting; cerpen; acara literasi; tips nulis; review produk susu; sampai
resep masakan. Segala rupa jenis tulisan kucoba, mulai dari cerpen, puisi,
cerita mini, cerpen anak, resensi buku, artikel, naskah buku bergambar, dan
novel.
Dari
ke-maruk-an menjajal segala rupa tulisan, satu per satu bukuku terbit, antologi
seratusan, dan dua puluhan tulisan dimuat di media. Pencapaian yang bisa jadi
biasa saja bagi orang lain, tapi bagiku priceless.
Kutipan indah dan makjleb ini membakar hatiku, hingga berkobar.
“Menulis
itu mudah. Tapi bagaimana agar setiap huruf berarti dan bisa membuat pembacamu
bergerak ke arah lebih baik tanpa kau gurui.”—Helvy Tiana Rossa.
Keluarga ASUS
Setelah
laptop adek wasalam, aku sempat pinjam laptop ibu yaitu ASUS seri X455L warna merah.
Ia menjadi penolong saat harus mengedit, revisi, dan dikejar dateline. Seneng banget ternyata
laptopnya kooperatif dan cap cus alias bisa diajak ngebut. Laptop ASUS itu
menemaniku berjuang untuk bisa beli laptop baru cash. Aamiin.
Eh
selang beberapa bulan, laptop itu diwariskan ke adik. Jadilah Si ASUS merah itu
berpindah kepemilikan. Ibu beli lagi laptop ASUS seri X453S warna ungu. Akhirnya
kupakai laptop itu untuk semakin gencar nulis dan ngiklan buku juga biar laris
manis di pasaran. Beberapa bulan kemudian, royalti bukuku cukup untuk beli
laptop impianku: ASUS VivoBook Max X441MA warna putih. Alhamdulillah.
Salam
hangat dari keluarga ASUS yang laptop dan ponselnya merek ASUS. Yeay!
Kita flashback sebentar ke film yang sempat booming sekitar tahun 2008, Laskar Pelangi. Millenials pasti masih
ingat soundtrack filmnya, bahkan
masih ingat liriknya. Yup, izinkan aku nyanyi sebentar ya meski suaranya mirip
radio kemresek.
“Mimpi adalah kunci, untuk kita menaklukkan dunia.
Berlarilah, sampai lelah, sampai engkau meraihnya.”
Dah segitu
aja nyanyinya. Sisanya adalah wewenangnya Mas Giring untuk melanjutkan. Aku
mlipir aja. *takut disorakin dan dilempar hate-speech.
Wkwk.
Kesimpulannya
adalah: tanpa impian besar, segede apapun kesempatan dan fasilitas, jadi nothing. Ada ribuan pasukan, jadinya
malah tenggelam kayak Firaun. Mau harta bejibun, jadinya malah kayak Qorun.
Kenapa? Karena tujuannya bukan dalam rangka kebaikan. Naudzubillah deh. Yuk kita
sejenak belajar dari kisah-kisah menyejarah. Tanpa impian besar, Shalahudin Al
Ayyubi tak akan berhasil membebaskan Yerusalem, Thariq bin Ziyad tak akan
sukses menaklukkan Andalusia, Muhammad al Fatih mustahil membebaskan Konstantinopel,
Al-Khawarizmi gagal menemukan aljabar dan angka nol, Einstein batal menemukan
teori relativitas E=mc kuadrat, Neil Amstrong tak sanggup menjejakkan kaki di
bulan, Christopher Latham Sholes tak jadi menemukan mesin ketik, Charles
Babbage urung menemukan komputer pertama, dan aku menyerah menemukanmu jiyaahh #mendadakbucin.
Btw, dua penemuan terakhir itu sungguh bermanfaat bagi para penulis. Maturnuwun sanget Mbah Sholes kalian Mbah Babbage. Hmm, bisa jadi
pencapaian kita nggak se-fenomenal mereka, tapi impian besar itu tetap harus dalam
koridor kebaikan. Impian itu selalu dijaga nyala niatnya sebagai bahan bakar
semangat dan produktivitas kita. Sepakat?!
Sebesar apa
impianmu? Pastinya setiap orang punya standar sendiri. Punya barometer impian
kita sendiri dan nggak bisa disamakan satu sama lain. Ukuran pencapaian dan
level kebahagiaan itu juga berbeda-beda versi. Daaan jelaslah kita yang
bertanggungjawab penuh untuk mewujudkannya.
Pada umumnya,
impian kita merujuk pada beberapa faktor seperti bakat, minat, passion (gairah), dan inteligensi yang
dimiliki. Seseorang yang punya jiwa kepemimpinan, misalnya, cenderung punya
impian menjadi orator ulung, pemimpin perusahaan, bahkan pemimpin negara.
Seseorang yang menonjol dalam suatu bidang (seni, olahraga, bisnis, ilmuwan,
dll), biasanya impian merekapun tak jauh-jauh dari sana. Tugas kita adalah
mengasah bakat, minat, passion, dan inteligensi tersebut menjadi karya yang
membawa banyak manfaat.
Menurutku ada
korelasi antara hobi dan minat membaca, pada impianku yaitu menjadi ibu
penulis. Setelah sedikit demi sedikit impian itu tercapai, aku ingin punya rumah
baca. Rumah baca yang ada sekarang memiliki sekitar 600 buku berbagai tema
seperti agama, parenting, traveling, bisnis, motivasi, pernikahan, ensiklopedia,
buku anak, dll. Memang kegiatannya sudah berjalan, tapi masih dalam ruang
lingkup yang kecil. Semoga kedepannya bisa memberikan kontribusi yang lebih
luas. Aamiin.
Impian
lain yang selalu kutulis di biodata adalah kesempatan untuk nulis buku duet atau
trio bareng anak-anakku. Saat ini mereka sedang belajar untuk menemukan bakat
dan minatnya, namun suatu saat nanti impian itu bisa terwujud. Aamiin.
Konon,
diantara 4 kecakapan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, menulis), menulis
adalah yang paling sulit. Menghasilkan tulisan yang bagus sama susahnya dengan
menyuruh ayam mengeong (wwkk fans-nya Andrea Hirata pasti familiar dengan
kalimat tersebut). Namun, bagiku lebih mudah menulis daripada berbicara di
depan umum. Nah, untuk mentransfer ilmu, harus bisa public speaking juga kan, biar nggak belepotan ngomongnya. Semoga
Allah mudahkan. Aamiin.
a. Tetapkan Visi/tekad yang kuat.
Aku pernah
menonton sebuah video motivasi yang didalamnya memuat rahasia impian. Ia
menulis 100 daftar impian di atas kertas dan ditempel di dinding kamar. Lantas
aku mencobanya. Hmm, kelihatannya sepele ya. Setelah kulakukan, benar-benar
mentok di angka 80-an. Padahal tinggal nulis doang hal-hal positif yang kita
inginkan. Oh ya lebih baik visi itu ditulis dengan detil untuk afirmasi positif
bahwa kita bisa mencapainya.
b. Tetapkan tujuan
Kalau ditanya
tujuan menulis? banyak dan bermacam-macam. Untuk ibadah, menyebarkan kebaikan,
untuk memotivasi, menginspirasi, menyentuh hati, atau menghibur pembaca, untuk terapi
dari stress, kepuasan batin, atau untuk cuan. Semua sah-sah saja. Semakin spesifik
dan jelas tujuannya, maka akan membuat kita semangat.
c. Kemauan dan take action.
Ini kuncinya.
Apapun impian yang ingin kita raih, harus mau menikmati prosesnya selangkah
demi selangkah. Keberhasilan gak dicapai secara instan, jadi harus mau belajar
terus. Misalnya, banyak baca buku, berdiskusi, rajin mencatat ide, dan
menargetkan diri untuk menulis setiap hari adalah contoh action. Nggak harus menulis di laptop, di ponselpun, atau di kertas
bekas bungkus bawangpun jadi. Pepatah Barat ‘learning by doing’ dan ‘practice
makes perfect’ serta ‘no pain, no
gain’ pas banget untuk memotivasi.
Senada dengan
peribahasa di atas, orang Indonesia juga punya peribahasa tentang arti
perjuangan yaitu berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian, bersakit-sakit dahulu,
bersenang-senang kemudian. Dalam bahasa Arab pun kita mengenal ‘man jadda wajada’; siapa yang bersungguh-sungguh, akan berhasil. Kalau versi
bahasa Jawa, Jer basuki mawa beya.
Ya, ada harga yang harus dibayar untuk mendapatkan sesuatu. Masa pandemi bukan
halangan untuk berkarya. Kita bisa ikut kelas menulis daring, menjajal genre
baru, menantang diri ikut lomba nulis, ikut tantangan marathon menulis, ikut projek
antologi, ikut sertifikasi penulis, dan ngeblog misalnya. Kalau emak macam aku
ya agak fleksibel waktunya karena disambi momong juga *jago ngeles.
d. Langitkan doa dan tawakal
Doa tanpa
usaha itu sia-sia. Sedangkan usaha tanpa doa itu sombong. Jadi, keduanya harus
sejalan, ditambah dengan tawakal (berserah diri kepada-Nya) akan hasil terbaik.
Penulis zaman now, keren dan efisien
Dunia
kepenulisan terus berkembang dari masa ke masa. Penulis zaman dulu harus
menggunakan mesin ketik untuk mengirimkan manuskip ke penerbit. Setelah itu,
ada komputer, lalu laptop yang semakin memudahkan kita dalam menulis. Ketika
dulu mengirimkan naskah harus diantar langsung ke kantor penerbit atau kirim
lewat pos, kini bisa memangkas biaya dan waktu dengan kehadiran e-mail/ surel. Asyiknya
lagi ada grup penerbitan yang punya web khusus untuk pengiriman naskah sehingga
mengirim naskah lebih mudah. Kemajuan teknologi memang keren dan efisien.
Di zaman digital ini, media menulis juga sangat beragam. Menjamurnya platform digital semisal Wattpad, Storial.co, KBM App, Novelme, dll melahirkan banyak penulis-penulis baru. Tak jarang ada yang meraup rupiah hingga puluhan juta lewat platform tersebut. Jikapun belum ngeh menulis di platform, jangan khawatir. Bidang tulis menulis bisa masuk dalam banyak bidang, misalnya penulis skenario, cerpenis, jurnalis, konten kreator, copy writer, editor, manager media sosial, blogger, influencer, digital marketer, dll.
Kegiatan menulis menjadi semakin nyaman dan seru apabila didukung dengan alat tempur yang memadai. Laptop ASUS merilis banyak seri laptop sesuai kebutuhan. Ada ASUS ExpertBook untuk kalangan pebisnis, ASUS TUF Gaming untuk para gamers, ASUS ChromeBook untuk browser dan aplikasi web, ASUS ProArtStudioBook untuk para pekerja multimedia, ASUS ZenBook untuk profesional, dan lain-lain. Sedangkan ASUS VivoBook 15 A516 ini yang paling cocok denganku yaitu untuk penggunaan umum terutama mendukung aktivitas menulis. Yang saat nulis, bisa multitasking: sambil denger musik yang mendukung mood, browsing, cari referensi di ipusnas dan YouTube, ngedit foto via canva, chat dengan editor atau illustrator via whatsup web, dan masih banyak lagi. Etapi nulisnya harus fokus yaa. Ingat, fokesss dan jangan banyak distraksi biar naskah segera kelar #selfplak. Secara laptopnya udah ASUS VivoBook 15 A516 yang super keren dan efisien, masa penulisnya malah loyo. Kan nggak sinkron tuh #selfplakedisi2.
Laptop ASUS
VivoBook 15 A516 yang mengusung tagline
‘Easy portability. Effortless productivity’
ini, tentu membuat kepo maksimal kan. Yuk mari kepoin spek dan keunggulannya.
Spesifikasi Keren Asus VivoBook 15 A516
1. Layar lebar, cocok untuk nobar
Layar lebar
dan besar dengan ukuran 15 inci, akan memanjakan visual Anda. Selain itu laptop ini memiliki resolusi full
HD (1920 x 1080 pixel) dengan kualitas gambar lebih bagus dan ‘halus’. Tampilan
layar bening bak kulit artis yang rutin skinkeran. Hehe. Laptop ini juga dilengkapi
dengan anti silau (anti glare) yang nggak bikin sakit mata dan membuat kita
fokus pada layar. Screen-to-body-ratio hingga 83% dan teknologi NanoEdge
display menyajikan tampilan hingga 178 derajat luas membentang sehingga lebih
nyaman untuk mata. So, emak yang suka nonton bareng anak-anaknya, bisa banget
deh.
2. Desain ringkas, bikin tangkas
Desainnya
ringkas dan simpel. Nggak makan banyak tempat di backpack, jadi tetap asik untuk dibawa perjalanan. Jadi tetap bisa
ngetik dimanapun dan kapanpun. Kalau buatku, tentu oke untuk dipindah-pindah
sesuai mobilitas emak. Kadang dibawa ke ruang kerja, ke ruang tamu, ke teras,
bahkan ke kamar. Fleksibel banget.
3. Beratnya enteng, tapi nggak
kaleng-kaleng.
Dengan
efisiensi yang tinggi serta dimensi thin
and light, laptop ini menawarkan peningkatan performa dan produktivitas untuk
penggunanya. Beratnya hanya 1.8 kg. Ringan kan? Semoga suatu hari nanti, BB emak
bisa menyesuaikan. Huks.
4. Prosesor strong, bikin bengong
Laptop dengan
prosesor Intel Core 10th Gen series ke atas dan grafis diskirt
NVIDIA MX330, didesain untuk performa dan mobilitas. Sangat modern dan kekinian,
kan? Bahkan varian tertinggi menggunakan prosesor intel core i5-1035G1 dengan
konfigurasi 4 core dan 8 thread dan boost clock hingga 3,6GHz oleh karena itu
andal untuk bekerja, browsing dan menikmati konten multimedia. Konektivitas
WiFi generasi terbaru juga memungkinkan transfer data 3x lebih cepat dibandingkan
generasi sebelumnya. Pasti wushhh!
5. PC komplit, manfaat selangit.
Nikmati semua
manfaat dengan PC yang lengkap--termasuk Microsoft Office Home dan Student
2019, aplikasi Office versi lengkap (Word, Excel, dan PowerPoint) memberikan
semua fungsi yang dibutuhkan dan diharapkan oleh penggunanya. Penggunaan
aplikasi Office seumur hidup dapat memastikan Anda untuk selalu memiliki akses
ke fitur yang Anda kenal dan sukai. Dilengkapi dengan 100% aplikasi Office
asli, software juga akan terus mendapatkan pembaruan keamanan yang rutin untuk
melindungi perangkat, program, dan data Anda. Wow! mendukung banget buat
aktivitasku yang nggak jauh-jauh dari Ms. Word buat ngetik, Ms. PowerPoint
untuk bikin slide presentasi, dan Ms. Excel untuk ngrekap royalti. Klop deh.
6. Ruang penyimpanan lapang, hatipun
senang.
Komputer masa
kini memiliki tampilan berbeda karena mereka memang berbeda. Dengan Solid-state
Drive (SSD) dan teknologi terkini, Anda mendapatkan kecepatan keamanan,
ketahanan, dan desain yang cantik. Kami telah melakukan jajak pendapat, dah
hasilnya orang-orang lebih senang saat bepergian dengan PC modern. Ruang
penyimpanan ganda dengan kapasitas mulai dari 256 GB serta HDD hingga 1 TB,
membuat kinerja laptop tetap stabil. Mau menyimpan banyak file hasil ketikan, gambar
editan, foto-foto kenangan, video dokumentasi, film, dan aplikasi lain, tak
perlu khawatir jadi lemot.
7. Sensor sidik jari, tak bikin was-was
lagi
Dengan
teknologi fingerprint (sidik jari)
bawaan di touchpad dan Windows Hello,
Anda tidak perlu repot-repot mengetikkan sandi setiap membuka laptop. Aman dari
balita yang ikut nimbrung ketak-ketik sehingga ketikanku ambyar. Hihi. All you have to do is a touch. A miracle touch. Ups! Ini mengingatkanku
pada dongeng King Midas dengan sentuhan emasnya.
8. Fitur keyboard backlit, mengetik
makin asyik.
Bagi seorang trying-to-be-a-momwriter sepertiku,
keyboard juga menjadi pertimbangan saat mencari laptop. ASUS VivoBook 15 A516 ini
punya fitur keyboard full-size dengan
backlit sehingga cocok saat bekerja di ruangan minim cahaya. Desain ergonomis
dan key travel 1,4 mm membuat aktivitas mengetik semakin nyaman.
9. Mudah terhubung, langsung nyambung.
Laptop ini dilengkapi
denga port USB-C 3.2 yang dapat diputar balik. USB 3.2 tipe-A dan USB 2.0,
output HDMI, dan microSD reader memungkinkan Anda menghubungkan semua
periferal, layar, dan proyektor dengan mudah. Langsung konek, nggak pakai lama,
dan nggak pakai drama euy!
10. Fitur peredam guncangan, data tetap
aman.
Teknologi
E-A-R HDD yang dimiliki laptop ini, bertugas melindungi data Anda dari setiap
benturan. Hard drive aktif secara otomatis mendeteksi getaran dan benturan
sehingga efektif mengurasi kerusakan HDD meski Anda bekerja dalam perjalanan. Teknologi
sasis (chassis enhancements) juga
memudahkan Anda saat mengetik dan menggunakan touchpad, serta untuk membuka dan menutup laptop dalam gerakan
halus.
11. Tipis, manis, dan geulis
Laptop ini
memiliki ketebalan hanya 19.9 mm dan menawarkan dua pilihan warna yang mewah
dan elegan yaitu Transparent Silver
dan Slate Grey. Jadi mupeng hendak
meminang si tipis, manis, dan geulis ini.
Jadi, tunggu
apalagi. Rasakan pengalaman menakjubkan bersama ASUS VivoBook 15 A516 yang
keren dan efisien.
"Artikel ini diikutsertakan dalam ASUS -15 Inch Modern PC. Bigger Dream, Wider Screen Writing competition bersama dewirieka.com"
Komentar