Langsung ke konten utama

Keseruan Workshop Menulis Pictbook dengan Selipan Nilai-Nilai Gender di IAIN Salatiga

Bismillah…

“Mbak, kapan-kapan main ke kampusku yaa…”

“Aamiin. Insyaa Allah.”

 Semua berawal dari chat ammah Ade dengan saya setahunan lalu, sebelum pandemi covid-19 melanda. Saat itu yang terpikir di benak saya hanya sekadar main, ngobrolin banyak hal, foto-foto di antara riuh rendah suara anak-anak. Mengingat kami bisa meet up kalau di antara kami habis lahiran hihi. Namun, sekitar bulan Juni kabar mengejutkan (dan membahagiakan) itu datang. Proposal pengabdian masyarakat yang diajukannya bareng Bu Widyastuti, di ACC. Jadilah saya ‘ditodong’ untuk mengisi acara tersebut. Saya merasa kapasitas dan jam terbang saya masih minim. Selama ini nulisnya bukan hanya buku anak tapi juga genre remaja/ dewasa. Eh, eh ini beneran bakalan ‘main’ di kampus IAIN Salatiga. Ah, betapa ajaibnya kekuatan kata-kata yang menjelama doa.

Saya dan Ammah Ade, alias Mama Lia, alias Miss Lia, adalah teman satu kos, satu jurusan tapi beda angkatan, temen mbolang, temen curcol pas zaman masih mahasiswi (eh, tolong deh ya tutupin aib-aibku dulu, hihi). Alhamdulillah masih keep in touch via whatsup. Sementara dengan bu Wid, kami kenal semenjak beliau bergabung dengan komunitas Penarawa Bangkit. Beberapa kali satu buku dengan beliau dalam projek antologi. Saat tahu bahwa beliau juga dosen bahasa Inggris di IAIN Salatiga, saya tanya apakah kenal dengan Miss Lia. Ya Allah ternyata tak hanya satu kampus, tapi juga satu ruangan. Betapa dunia begitu sempit.

Kecintaan pada dunia literasi mempertemukan kami bertiga. Duo ibu dosen, penulis, dan peneliti menunjuk saya untuk mengisi materi di workshop penulisan cerita anak yang dihadiri oleh bunda-bunda guru RA di Salatiga dan Kab. Semarang. Salah satu tujuan dari workshop ini adalah mengenalkan nilai-nilai gender dalam cerita anak. Faktanya, dalam buku bacaan anak yang beredar, masih banyak ditemukan adanya bias gender antara laki-laki dan perempuan. Adanya stereotype yang menempatkan perempuan pada peran tradisional, contoh sederhananya: wacana ‘ibu memasak di dapur, ayah membaca koran’; peran perempuan (ibu, nenek, kakak perempuan) sebagai pengasuh dan pengayom; peran laki-laki yang lebih dominan di ranah publik atau memiliki karakter ‘hero (pemberani, jahil, petualang, dll)’. Contoh lain, stereotype anak perempuan yang ‘seharusnya’ kalem, lemah lembut, serta anak laki-laki yang dianggap cengeng jika menangis. Padahal menangis merupakan bagian dari proses mengelola emosi. Anak laki-laki tidak boleh main masak-masakan karena itu mainan anak perempuan, dll. Padahal kebanyakan profesi koki adalah laki-laki kan ya. Hehe. Nah, dengan menyelipkan nilai gender dalam cerita anak, harapannya anak-anak terbiasa melihat kakak laki-laki yang membersihkan rumah, ayah yang mengasuh bayi atau memasak, perempuan yang menyetir kendaraan, dll.


Kesetaraan gender bukan berarti laki-laki dan perempuan itu harus sama. Tidak. Laki-laki dan perempuan takdirnya berbeda secara anatomi tubuh, kecenderungan cara berpikir, dll, namun mereka setara dalam hak dan kewajiban. Ketetapan Allah kepada perempuan adalah menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui. Sedangkan laki-laki menjadi pemimpin. Adanya keseimbangan dan keadilan dalam peran, membuat perbedaan itu indah. Bukankah mereka diciptakan dengan perbedaan itu untuk saling melengkapi? Ciyeee.

bersama bunda-bunda pemenang doorprize

Acara dimulai pukul 08.30 pagi dan bertempat di gedung Achmad Dahlan. Bapak Imam selaku kaprodi Fakultas Tarbiyah Islam dan Keguruan (FTIK) memberikan sambutan dan membuka acara. Dilanjut Miss Lia memberikan wacana tentang gender. Kemudian Bu Widyastuti memberikan motivasi dan tips-tips menulis. Dilanjut workshop menulis buku bergambar yang terbagi dalam dua sesi. Sesi pertama dimulai jam 9.30 sampai jam 12.00, lalu break istirahat, shalat, dan makan siang. Jam 13.00 sesi kedua berlanjut sampai jam 14.30. Alhamdulillah acara berjalan lancar tanpa kendala yang berarti. Bunda-bunda mengikuti acara dengan semangat dan aktif bertanya. Semoga yang sedikit saya bagi, membawa manfaat dan kebaikan. Aamiin.

Setelah workshop berakhir, masih ada projek lanjutan yaitu menulis cerita anak bersama-sama yang nantinya insyaa Allah akan diterbitkan menjadi buku ber-ISBN. Semoga diberikan kelancaran dan kemudahan sampai karya kita terbit, ya Bunda-bunda semuaa. Aamiin.


Terima kasih bapak Imam, Ammah Ade, Bu Widyastuti, bunda-bunda semua, adik-adik mahasiswa atas bantuannya, serta pihak-pihak yang telah membantu kelancaran acara ini. Senang rasanya berada di sini. What a precious moment. Semoga kita bisa bertemu di lain kesempatan. Aamiin yaa rabbal alamiin.

NB: thanks juga buat keluarga besar yg selalu mendukungku. ^^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel 'mengejar-Ngejar Mimpi' Dedi Padiku

Judul Buku       : Mengejar-Ngejar Mimpi Penulis              : Dedi Padiku Penerbit            : Asma Nadia Publishing House Jumlah halaman: 324 halaman Tahun Terbit    : Mei 2014 Jungkir Balik Demi Mimpi             Kisah ini berawal dari impian. Mimpi seorang pemuda lugu bernama Dedi yang sejak kecil ditinggal orangtua. Ia menjadi sopir angkot demi bisa makan dan membiayai sekolah. Ia dipertemukan dengan sahabat-sahabat terbaik dan cinta pertama yang kandas, bersamaan dengan kelulusan sekolah.               Mimpinya untuk menjadi orang sukses tak pernah padam, meski suratan nasib mempermainkannya begitu kejam. Meski begitu, ia harus berjuang. Menjemput mimpi untuk bekerja di Jepang. Lagi-lagi, jalan takdir membelokkan arah hidupnya. Ia harus merasakan kembali menjadi sopir, kuli panggul, dan menantang kerasnya hidup di kota Palu dan Manado. Lantas, ibukota pun didatanginya dengan modal nekat, juga sempat berkhianat. Demi bertahan hidup di Jakarta, pekerjaa

Review Film Keluarga Cemara: Menyadarkan Kita akan Makna Keluarga

Assalamu’alaikum, kawans Alhamdulillah kami dapat kesempatan untuk nonton film yang barusan rilis, yaitu Keluarga Cemara. Film yang tayang serentak di bioskop Indonesia sejak tanggal 3 januari 2019 lalu, menyedot banyak penonton dari banyak kalangan. Orangtua, anak-anak, bahkan remaja. Segala usia lah. Di hari kedua tayang, kami sekeluarga berniat nonton mumpung ada jadwal tayang jam 19.15 di DP Mall. Pikir kami, nonton sudah dalam keadaan lega. Udah shalat isya dan makan malam. Jadilah habis maghrib kami turun gunung dalam keadaan mendung pekat. Hujan udah turun. Saya berdoa agar hujan segera berhenti demi menepati janji sama anak-anak. Alhamdulillah doa saya terkabul. Namun, eng ing eng! Ada tragedi kehabisan bensin di tengah jalan sehingga sampai di bioskop sudah lewat setengah jam. Ternyata jadwal tayang jam 19.15 juga sudah sold out. Akhirnya kepalang tanggung sudah sampai di sini. Kami ambil tiket yang mulai jam 21.35 dan dapat seat baris kedua dari layar. It means

Menghafal Qur’an beserta Artinya dengan Metode Al Jawarih

Assalamu'alaikum teman-teman, Menjadi ‘hafidz/hafidzah’ tentu impian dan harapan umat muslim ya. Kalaupun diri sudah tidak merasa mampu dan efektif untuk menjadi penghafal (mungkin karena faktor U hehe), tentunya kita berharap bahwa anak kita bisa menjadi hafidz/hafidzah. Aamiin. Dalam mewujudkan impian untuk ‘menjadikan’ anak salih salihah yang tak sekadar hafal qur’an, tetapi juga memiliki akhlak Al qur’an, artinya sebagai orangtua kita harus mengupayakan dengan doa dan ikhtiar yang panjang. Sebab tak ada cara instan. Semua membutuhkan proses. Saya sering menemukan dalam sebuah buku bahwa pendidikan anak dimulai dari saat pencarian jodoh. Sebab anak berhak untuk memiliki ayah dan ibu yang solih/ah dan cerdas. Baru setelah menikah dan terjadi kehamilan, pendidikan selanjutnya adalah di dalam kandungan. Setelah si bayi lahir, pendidikan itu terus berlangsung hingga meninggal. Never-ending-chain dalam belajar ya.   anak-anak tahfidz Al fatihah tasmi surat An Naba'