Halo buk-ibuk,
Apa kabar? Semoga selalu sehat dan semangat yaa.
Saat mendengar kata ‘masak’, hal yang pertama muncul di benak adalah ‘seorang istri sedang memasak di dapur’. Begitukah? Hihi kemungkinan besar iya. Ada tidak ya yang auto kepikiran ‘seorang suami yang sedang memasak di dapur’? chef restoran atau hotel berbintang, atau bapak-bapak konten creator kuliner, mungkin saja?
Hmm, aktivitas memasak memang tidak jauh-jauh dari yang namanya perempuan, terutama perempuan yang sudah menikah (istri). Bahkan memasak bisa jadi menjadi ‘syarat’ bagi gadis untuk memikat hati calon mertua. Calon istri yang piawai di dapur bisa menjadi poin plus untuk menyeleksi calon mantu hehe.
Secara umum budaya Indonesia memang seperti itu. Dapur adalah area ‘kekuasaan’ istri. Suami sangat boleh mengakses dapur juga tetapi bisa jadi jarang karena masakan sudah disiapkan oleh istri. Pak suami dan anak-anak tinggal menikmati. Pada masyarakat pada umumnya, kolaborasi suami dan istri di dapur mungkin jarang ditemui kecuali memang yang sudah terpola demikian. Kesibukan dan rutinitas pagi hari bisa jadi sangat hectic dan menuntut pembagian peran yang ekfektif dan efisien. Namun, #SuamiIstri masak perlu diagendakan juga, misalnya saat akhir pekan. Suami istri bisa masak bareng sembari menjajal resep masakan yang jarang dibuat pada hari-hari biasa. Tentunya hal itu akan memberi kesan yang tak terlupakan.
Sejak awal menikah dulu, saya dan suami sudah mulai menerapkan masak bareng. Namun, tergantung situasi dan kondisi seperti saat bayi sedang tidur lelap. Saat itu mungkin ada semacam ‘gap lidah’ antara kami yang berbeda suku. Saya yang Jawa tulen suka masakan yang tidak pedas, kuah bening, dan ada manis-manisnya. Sedangkan suami yang berdarah Minang dan besar disana adalah fans cabe garis keras, kuah kental, dan tidak ada manis-manisnya. Untuk mendamaikan perbedaan selera lidah itu, butuh saling pengertian dan toleransi hihi. Semua bisa dikompromikan. Jadilah selama 13 tahun pernikahan, dari segala rupa masakan yang tercipta di dapur rumah, anggap saja enak dan nikmat. Perbedaan selera lidah kami telah mengalami akulturasi. Hihi.
Di dalam sepekan, hampir setiap hari kami masak bersama, apalagi saat anak-anak sudah beranjak besar. Ternyata masak bareng antara suami istri memiliki dampak positif dan beragam manfaat, yaitu:
Couple time
Sebagai perempuan yang sudah menikah, kita perlu mambagi waktu untuk me time, couple time, family time, dan social time. Ngomong-ngomong soal couple time, ada banyak pilihan cara bagi suami istri untuk memiliki waktu berdua misalnya pillow talk sebelum tidur, ngaji bareng, makan sepiring berdua, belanja bareng dan lain-lain. Saya dan suami punya couple time yang murah meriah yaitu masak bareng. Suami adalah guru masak saya setelah menikah karena dia yang sejak masih single terbiasa terjun di dapur.
Love language
Gary Chapman dalam bukunya The Five Love Languages: How to Express Heartfelt Commitment to Your Mate menyatakan bahwa ada 5 ekspresi bahasa cinta yaitu sentuhan fisik, waktu berkualitas, senang melayani, kata-kata pujian, dan pemberian hadiah. Bagi kami, melalui aktivitas masak bareng, kami bisa menerapkan bahasa cinta versi kami, meski tidak harus kesemuanya.
Ngobrol time
Konon, kunci langgengnya pernikahan adalah komunikasi yang sehat bersama pasangan. Bagi kami, ngobrol ringan tentang suatu hal sembari masak adalah keasyikan sendiri. Ngobrol, sesekali menyelipkan canda bisa membangun kedekatan emosional, meningkatkan mood, mengurangi kesalahpahaman, dan juga memecahkan masalah. Meski obrolan kami juga kadang random, tetapi tetap oke daripada masak bersama tapi hanya diam-diaman. Hihi.
Berbagi jobdesk
Dari awal dulu kami terbiasa dengan jobdesk di dapur. Saya ‘berwenang’ menanak nasi karena terbiasa mengira-ira kadar air sehingga nasi jadi pulen atau agak pera. Setelah itu saya tim dengan jobdesk racik-racik dan petik-petik sayur, sementara suami tim eksekusi yang biasa menakar bumbu, seberapa kental kuahnya, kapan momen tepat memasukkan bahan makanan ke dalam panci, besar kecil apinya, dll. Jujur, saya merasa eksekusi masak suami lebih oke daripada saya. Kalau anak-anak bilang, masakan saya dan suami enak mana. Mereka bilang enak semua karena memang pada dasarnya mereka doyan makan. Sembari menunggu masakan matang, saya mencuci perabot dan menata bumbu-bumbu pada tempatnya agar jika masakan matang, dapur sudah rapi lagi. Saya tidak menganggap suami sebagai pesaing karena kami menganut asas kerjasama. Juga bukan sebagai ‘ancaman’ yang mengikis eksistensi saya sebagai seorang istri dan ibu 😊
Positive vibes
Suami istri masak bareng menciptakan lingkungan positif dalam rumah. Secara tidak langsung anak-anak belajar tentang kebersamaan, kerjasama dan kekompakan orangtuanya. Anak akan berpikir bahwa tidak masalah seorang laki-laki turun ke dapur untuk memasak. Memasak tidak melulu pekerjaan perempuan. Yah, meski sesekali anak-anak nimbrung juga di dapur untuk belajar memotong sosis, memecahkan telur, atau menggoreng tempe, itu bukan masalah selama tidak terburu oleh waktu.
Dari ‘akulturasi lidah’ yang saya tulis di atas, kami sama-sama penyuka menu nasi goreng dengan level kepedasan yang hampir sama. Bagi kami, nasi goreng adalah menu yang simpel, enak, dan mudah dibuat, terutama jika ada nasi sisa semalam di dalam rice cooker. Nah, edisi kali ini kami berencana untuk masak nasi goreng bumbu Padang. Yang khas dari nasi goreng ini adalah citarasa pedas dan asin, juga kerupuk merah sebagai toping. Nasi goreng Padang juga minim minyak. Kami tambahkan kecap manis ABC sebagai pelengkap rasa. Jadi, ada rasa pedas, asin, dan manis. Sedangkan untuk isiannya hampir sama dengan nasi goreng pada umumnya seperti sosis, bakso, acar, kol, babat, seledri, daun bawang, keju, dll. Bebas saja dikreasikan sesuai selera dan ketersediaan bahan di dalam lemari es.
Kadangkala humor dan tebak-tebakan menjadi bumbu penambah bonding saat masak bareng. Tebak-tebakan garing dan jayus kadang juga seru. Misalnya:
‘Kubis apa yang bikin bahagia?’
‘Kubisa mencintaimu apa adanya.’ Eyaaa
Atau tebak-tebakan kosakata piranti perdapuran dalam bahasa Inggris, Jawa, atau Minang. Jadi nambah pengetahuan dan kosakata juga deh.
So, dari pengalaman hari-hari kami di dapur, saya tidak khawatir akan masakan hasil kolaborasi bersama suami. Meski sering enak, pernah juga eror. Tidak masalah sih karena kami jadi belajar dari kekurangan itu.
Oh ya, kami menyediakan Kecap ABC di dapur. Kecap ABC dibuat dari kedelai kuning dan gandum yang mampu membuat masakan lebih kaya rasa sehingga disukai keluarga.
Kampanye #SuamiIstriMasak ini telah berlangsung sejak tahun 2018 yaitu:
2018: Kampanye diinisiasi
2019: Insisiasi kampanye selama Hari Kesetaraan Perempuan
2020: Kolaborasi dengan platform edukasi untuk melibatkan anak-anak dalam kampanye Hari Kesetaraan Perempuan
2021: Kolaborasi dengan Titi Kamal dan Christian Sugiono untuk menekankan pentingnya kolaborasi suami & istri di dapur
Tulisan ini terinspirasi dari video #SuamiIstriMasak bersama Kecap ABC. Ibu-ibu bisa menonton video lengkapya di (https://www.youtube.com/watch?v=NWaFeHSab0o).
Yuk, ibu-ibu semua. Kita agendakan masak bareng suami dan jadikan momen bahagia penuh kesan. Yup, bersama kecap ABC, ada cinta di dapur kita.
Komentar